Annas Maamun
|
Rokan Hilir, Melayu Pos
Perubahan dan perkembangan pembangunan di daerah Kabupaten Rokan Hilir memang sangat pesat. Namun, seiring dalam perubahan dan perkembangan tersebut tidak dipungkiri juga di dalamnya ada indikasi sarat korupsi dan penyalahgunan dana APBD oleh oknum-oknum pejabat yang tidak bertanggung jawab.
Hal tersebut diungkapkan Zenal Efendi SP Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Monitor Auditor Pengawas Aset Negara (DPW MAPAN) Prov Riau kepada Melayu Pos, di Rokan Hilir, belum lama ini.
Sehubungan dengan langkah dan kebijakan pro aktif di dalam mengembangkan tugas-tugas kontrol sosial atas kegiatan di masyarakat dengan rutinitas dan kegiatan serta aktivitas Dewan Pimpinan Wilayah Lembaga Swadaya Masyarakat Monitor Auditor Pengawas Asset Negara (DPW LSM MAPAN) Provinsi Riau, mengacu kepada program kerja MAPAN. Salah satu diantaranya adalah untuk bermitra dengan instansi pemerintah, Polri ,TNI, Kejaksaan, Pengadilan dan penegak hukum lainnya agar terciptanya kontrol sosial serta tatanan dan birokrasi pemerintah yang bersih dan berwibawa.
Zaenal Efendi memaparkan, sesuai dengan data dan fakta hasil investigasi Tim LSM MAPAN di Rokan Hilir bahwa sangat sarat dan maraknya korupsi yang dilakukan para oknum-oknum pejabat yang tidak bertanggung jawab. Dan Zaenal Efendi juga menyampaikan beberapa kasus dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi di lingkungan Kabupaten Rokan Hilir seperti:
Kasus pembelian hotel Marina yang dialih fungsikan menjadi gedung DPRD Rokan Hilir di Bagansiapiapi, yang diduga proses jual belianya syarat terjadi berbagai penyimpangan diantaranya mark-up. Nilai jual belinya mencapai sekitar sekitar Rp 7,2 miliar, melalalui APBD Rohil tahun 2001. Kasus ini sudah diproses penyidik Polda Riau, tapi proses hukumnya hingga kini tak kunjung jelas.
Dana bantuan sosial yang diduga disalah gunakan di lingkungan Pemkab Rohil senilai sekitar Rp 21 miliar, yang bersumber dari APBD Rohil 2007.
Pembebasan sejumlah lahan dan pembangunan komplek MTQ Rokan Hilir di Batu Enam, Kecamatan Bangko, Rokan Hilir, diduga bermasalah. Pembebasan dan pembangunannya sedikitnya menghabiskan dana APBD setempat sekitar Rp 46 miliar. Namun proses yang dilakukan syarat dengan mark-up dan proses lelang proyek tidak sesuai ketentuan aturan berlaku.
Pelepasan aset tanah senilai Rp 74,9 miliar di sekitar komplek MTQ Rohil, Batu Enam, Kecamatan Bangko, juga diduga syarat penyimpangan. Sebab proses ganti rugi yang dilakukan diduga tidak berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) daerah setempat dan tidak didukung dengan bukti kepemilikan.
Penyertaan modal Pemda Rohil terhadap BUMD setempat sebesar sekitar Rp 7,7 miliar, yang tidak lengkapi bukti yang jelas.
Pengadaan lahan untuk pembangunan Gedung DPRD Rokan Hilir di Jl Lintas Timur Riau-Sumut, Kelurahan Banjar XII, Kecamatan Tanah Putih, senilai Rp 2,2 miliar, tahun 2002. Proses ganti ruginya syarat penyimpangan dan mark-up.
Pembebasan lahan perluasan tanah samping gedung DPRD Rokan Hilir di Bagansiapiapi senilai sekitar Rp 2,2 miliar tahun anggaran 2002. Proses pembebasannya juga syarat dengan berbagai penyimpangan dan mark-up.
Dana APBD Rohil yang digunakan untuk kepentingan pesta Bakar Tongkang, yang setiap tahun dihelat di Bagan Siapi api, juga syarat dengan penyimpangan dan pertanggung jawaban yang tidak jelas.
Proyek pembangunan jembatan pedamaran senilai sekitar Rp 600 miliar. Proses lelangnya diduga tidak sesuai ketentuan dan pengerjaannya terkesan lamban, sementara sejumlah dana sudah dicairkan.
Pembangunan sawit rakyat yang menyerap dana APBD Rohil sekitar Rp 142 miliar, juga syarat dengan berbagai penyimpangan dan merugikan negara jumlah yang besar, dan sampai saat ini setiap tahunnya tetap dianggarkan untuk pemeliharaan kebun rakyat pada APBD Rokan Hilir. Sedangkan lahan dan perkebunan tersebut tidak jelas keberadaannya.
Kasus sinoboigate hingga kini proses hukumnya juga tak kunjung jelas, sementara negara sudah dirugikan mencapai sekitar Rp 28,3 miliar.
Kasus hasil audit BPK terhadap penggunaan APBD Rohil 2007 yang menyimpang senilai sekitar Rp 18,5 miliar, di lingkungan Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan dan Dinas Pekerjaan Umum.
Usut juga sejumlah anggota dewan dan kalangan pejabat yang turut serta bermain proyek di Rokan Hilir. Proyek saluran simpang 200 senilai sekitar Rp 2,5 miliar pada APBD 2007.
Proyek sejumlah pasar di Rokan Hilir rata-rata dikerjakan tidak beres dan syarat penyimpangan.
Proyek pengadaan kapal pengawas sekitra Rp 7,8 miliar tahun anggaran 2006, yang hingga kini pelaksanaanya tak jelas, sementara dana sudah dicairkan.
Proyek pengadaan kolam renang senilai Rp 12 miliar, tahun anggaran 2006, yang dikerjakan asal-asalan dan progresnya tak jelas. Akibatnya negara dirugikan dalam jumlah yang tidak sedikit.
Pembangunan Gedung Olahraga (GOR) senilai sekitar Rp 14 miliar, tahun anggaran 2008, yang dilelang tidak sesuai aturan berlaku dan pekerjaannya syarat dengan penyimpangan.
Dana kegiatan reses DPRD Rokan Hilir yang mencapai sekitar Rp 9,9 miliar pada tahun anggaran 2007. Nilai sebesar ini patut dipertanyaankan.
Kemudian proyek pompanisasi di Desa Jumrah, Rimba Melintang, sebesar sekitar Rp 40 miliar hingga kini hasil kerjanya tak bisa difungsikan.
Ironisnya lagi, dana pembangunan Masjid di berbagai desa di Rokan Hilir terindikasi anggaran di Mark up.
Kronologis penguasaan dan pembebesan lahan yang dilakukan Bupati Rokan hilir di anggap tidak manusiawi dan diduga dananya juga telah dianggarkan pada APBD Rokan Hilir.
“Pelaksanaan proyek diduga KKN karena sebagai pelaksana pekerjaan mayoritas keluarga Bupati Annas Maamun termasuk anaknya sendiri,” kata Zaenal Efendi SP.
Zenal Efendi SP juga berkomentar dan berharap semoga KPK-RI komitmen dengan pernyataan keseriusan untuk memberantas para koruptor di Riau Bumi lancang kuning yang tercinta ini. Seperti yang dinyatakan pembicara dari KPK-RI pada pertemuan di Aula Hotel Sahid beberapa hari yang lalu yang bertemakan “Korupsi Musuh Bersama”. Sebab, kasus-kasus dugaan korupsi di Rokan Hilir sudah sangat mengkwatirkan.
Mantan Ketua DPRD Rokan Hilir, yang kini menjabat Bupati Rokan Hilir, H Anas Makmun yang diduga sangat mengetahui semua proses proyek dan berbagai persoalan yang ada di Rokan Hilir. Bahkan diduga turut terlibat
mantan Ketua DPRD Rokan Hilir, Dedi Humadi yang diduga sangat mengetahui berbagai persoalan yang muncul di Rokan Hilir. Bahkan diduga ikut terlibat berbagai penyimpangan yang terjadi, juga sejumlah pejabat terkait, seperti Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Ibus Kasri, yang diduga sangat mengetahui berbagai proses proyek-proyek fisik di Rokan Hilir.
“Tak lupa diproses tuntas juga para kontraktor, yang diduga melakukan konspirasi jahat dengan oknum pejabat di Rokan Hilir. Jika indikasi penyimpangan mulai terlihat nyata, lakukan tindakan tegas dengan meningkat status para pihak yang terlibat sebagai tersangka dan sebaiknya lakukan penahanan, agar proses hukum bisa berlangsung cepat,” tegas Zaenal Efendi SP. Tim MP
bagus lanjut selidiki
BalasHapus