Akhir tahun 2011 diwarnai dengan berbagai aksi kekerasan di berbagai daerah
melengkapi catatan konflik sepanjang tahun lalu. Pemerintah seyogianya besikap
bijaksana menangani berbagai konflik tersebut, sehingga tidak menjadi lebih
rumit. Misalnya, dua kasus kerusuhan yang sangat mencemaskan. Di Kotawaringin
Barat, Kalimantan Tengah, sejumlah orang membakar rumah dinas bupati dan
beberapa fasilitas pemerintah. Kasus ini ditengarai berkaitan dengan sengketa
hasil pilkada 2010. Kasus ini mirip yang terjadi pekan lalu ketika massa
membakar rumah pribadi Gubernur Papua Barat.
Kemudian, di Sampang, Madura, sekelompok warga membakar rumah, masjid, dan
pesantren milik penganut Syiah, sehingga mereka harus diungsikan petugas dan
ditampung di gedung-gedung pemerintah. Akar konflik ini sudah lama diketahui
pemerintah, namun tidak segera ditangani dengan baik.
Kedua, kerusuhan tersebut mempertegas pemahaman kita bahwa warga sangat
mudah tersulut provokasi, apa pun latar belakangnya. Bila kita kaitkan dengan
banyaknya kasus kerusuhan sepanjang tahun ini maka akar persoalan yang ada di
masyarakat sangat beragam. Kita bisa mengidentifikasi berbagai kasus yang
menimbulkan kerawanan sosial telah menyulut aksi kekerasan dan konflik
horizontal.
Pertama, konflik pertanahan dan sumber ekonomi masyarakat. Sepanjang tahun
ini terjadi berbagai aksi kekerasan berlatarbelakang masalah pertanahan dan
sumber penghidupan masyarakat seperti yang terjadi di Mesuji dan Bima
belakangan ini. Kebijakan pemerintah cenderung mengabaikan hak-hak ekonomi
rakyat sehingga warga berjuang menuntut keadilan.
Kedua, arogansi kekuasaan. Pemerintah menghadapi tuntutan keadilan dari
warga dengan cara mengerahkan aparat keamanan yang tak segan menggunakan
senjata.
Kasus di Papua, Mesuji, dan Bima memperlihatkan polisi menggunakan senjata
berpeluru tajam, padahal seharusnya digunakan peralatan lain yang melumpuhkan,
bukan mematikan. Tak pelak lagi telah terjadi pelanggaran HAM dalam kasus-kasus
tersebut.
Ketiga, sengketa politik. Kasus di Kotawaringin Barat merupakan bukti
kerawanan dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah. Pelaksanaan pilkada dan
pemilu telah memperluas “politik uang” yang sangat tidak sehat dan mencemaskan.
Keempat, konflik berlatar belakang pemahaman agama. Kejadian di Sampang
sangat mencemaskan karena memperlihatkan betapa umat beragama sangat mudah
tersulut provokasi, seperti halnya kekerasan terhadap kelompok Ahmadiyah belum
lama ini. Hal ini sangat mencemaskan karena para pemimpin umat Islam belum
mampu mengembangkan toleransi, bahkan di kalangan kaum Muslim sendiri.
Kelima, penyelesaian kasus-kasus korupsi. Hal ini sangat mempengaruhi
persepsi publik terhadap kualitas dan integritas pemerintahan Presiden SBY.
Banyaknya kasus korupsi yang tidak diselesaikan dengan baik berakibat
menurunnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.
Beberapa faktor tersebut tampaknya
tetap mewarnai kehidupan politik sepanjang 2012. Bahkan bisa terjadi
eskalasi karena akumulasi berbagai faktor yang mempengaruhinya.
Pelaksanaan pemilu dan pilpres makin dekat, kepemimpinan daerah masih rapuh
dan masih ada persoalan ekonomi. Keadaan ekonomi diperkirakan bertambah sulit
akibat pengaruh krisis ekonomi di Eropa dan AS.
Kita meminta pemerintah bersikap waspada, serta tegas namun bijak, agar
eskalasi politik tidak meluas apalagi berubah menjadi konflik horizontal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar