Selasa, 17 Januari 2012

Semrawutnya Pendataan Wajib Pajak Bumi dan Bangunan di Karimun


Karimun, Melayu Pos
Pendataan wajib pajak bumi dan bangunan (PBB) oleh pihak petugas pelaksana lapangan Pratama (swasta) di Karimun terkesan asal-asalan. 

Sehingga data-data yang dirangkum dalam daftar himpunan ketetapan pajak dan pembayaran (DHKP) dari tahun 2010 hingga tahun 2011 dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Kantor Wilayah DJP Riau dan Kepulauan Riau Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tanjung Balai Karimun, yang diserahkan kepada masing-masing desa tidak mendapat respon yang positif baik bagi masyarakat maupun pihak petugas desa.

Hal tersebut disebabkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan yang mereka terima tidak sesuai dengan fakta di lapangan, hal tersebut menyangkut letak objek pajak, nama dan alamat wajib pajak, luas tanah (LT), luas bangunan (LB) dan jumlah pajak bumi dan bangunan yang harus dibayar, hal tersebut menimbulkan kekesalan dan kebingungan di tengah-tengah masyarakat.

Dari keterangan warga beberapa desa yang berhasil dihimpun Melayu Pos di Karimun menggambarkan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak bumi dan bangunan cukup tinggi. Namun, berbagai hal seperti yang disebutkan di atas membuat mereka seperti patah arang untuk melaksanakan kewajiban tersebut. Seperti apa yang disampaikan salah seorang warga Kundur bernama Yong Sip, "Macam mana buat nama suka-suka. Kita bayar pajak mau bantu pemerintah. Nama saya Cong Sip, apa di surat pajak dibuat nama Asip/Sui Ti? Itu nama dari mana? Ukuran tanah saya tak sampai 2000 M2 karena dibuat dua SPPT. Seharusnya ukurannya dibuat masing-masing sesuai dengan surat tanah saya," kata Yong Sip.

Lain pula yang dikeluhkan Wagirin yang beralamat di Meral Karimun, dia hanya memiliki sebidang tanah dan bangunan yang terletak di Meral tapi dua lembar SPPT diterimanya setiap tahun dari petugas kelurahan yang dititipkan melalui RT. Bahkan di Kundur Utara tanah dan bangunan yang masih dalam areal PT Timah yang ditempati karyawan juga menerima SPPT dari petugas desa. Padahal perusahaan sudah melakukan kewajiban pembayaran pajak tersebut ke pusat atas bumi dan bangunan yang ditempati karyawan yang bersangkutan.

Sahrum salah seorang Kepala Urusan (Kaur) pemerintahan desa di Kecamatan Kundur Utara yang ditemui Melayu Pos, juga mengeluhkan pendataan yang dilakukan pihak petugas Pratama yang tidak sesuai fakta di lapangan dan terkesan asal-asalan. “Akibatnya kamilah yang jadi sasaran kekesalan warga dengan berbagai tudingan. Mereka bilang kami ini kerja makan gaji buta. Padahal honor kami sebagai perangkat desa tak cukup untuk kebutuhan sehari-hari bang. Padahal bang, sudah beberapa kali kami sampaikan kepada kepala desa tentang keluhan warga mengenai SPPT sejak pemutihan tahun 2009 lalu, namun kenyataannya masih bermasalah terus,” ujarnya.

Sementara itu, salah seorang kepala desa di Kabupaten Karimun yang enggan ditulis namanya menyebutkan, permasalahan PBB ini sudah pernah dibicarakan. “Kalau tak salah saya pada awal tahun lalu di Wisma Karimun hadir juga waktu itu Dispenda Kabupaten Karimun, namun kenyataannya tidak membuahkan hasil apa-apa, toh masalah PBBbegini-begini terus,” katanya kesal.

Kinerja asal-asalan yang dilakukan pihak petugas Pratama selain menyangkut data objek pajak juga dalam hal menentukan NJOB sebagai dasar pengenaan PBB terutama menilai NJKP (Nilai Jual Kena Pajak) objek pajak yang posisinya strategis atau sekitar jalan raya/pasar sama dengan NJKP yang letaknya di luar jalan raya dengan luas lebih kecil namun nilai pajak bumi yang harus dibayar lebih besar. Dan yang lebih mengherankan data yang terdapat pada DHKP (Daftar Himpunan Ketetapan dan Pembayaran) pajak pada salah satu desa di Kundur tahun 2010 tercantum dengan jumlah Rp 69.284.478  sama dengan jumlah keseluruhan pajak bumi dan bangunan yang harus dibayar pada tahun 2011. Padahal, terdapat perubahan pada SPPT tahun berjalan menyangkut perubahan kelas objek pajak itu sendiri, hal tersebut terjadi karena penambahan bangunan pada objek pajak terhutang, seperti SPPT milik Cong Sip pada tahun lalu PBB yang harus dibayar sebesar Rp 32.575 namun pada tahun 2011 ini Cong Sip harus merogoh kantongnya untuk membayar pajak tanah dan bangunan miliknya sebesar Rp 75.685 sudah jelas dalam DHKP terjadi peningkatan jumlah pajak yang harus dibayar warga.

Menyangkut hal ini, Ir Eka Sila Kusna Jaya M.Si kepala kantor pelayanan pajak Kabupaten Karimun untuk dimintai tanggapannya tidak berhasil dihubungi. Sudarno

Tidak ada komentar:

Posting Komentar