Kamis, 24 November 2011

Sirahul Zaman


Oleh Mas ud HMN Ketua Pusat Kajian Peradaban Melayu Jakarta.

Sirahul zaman, adalah phrase dari bahasa Arab dari kata sirahul dan zaman. Sirahul artinya cahaya, sinar. Kata zaman artinya, masa, periode, era. Dengan demikian, sirahul zaman maknnya adalah cahaya zaman, cahaya dari masa tertentu, periode atau era.

Kata sirahul sebenarnya sepadan dengan kata nur, dan misbahun sama berati cahaya, sinar. Kata nur, misalnya nurun alannur cahaya di atas cahaya. Nurunl samawaati, cahaya dari langit. Lalu kata misbahun, juga berarti cahaya. Kalau dipasangkan dengan kata  asujja, menjadi misbahun azzujaj, sinar terang berkelanjutan. Berbeda dengan lampu  tang bisa padam.

Semntara itu kata zaman bisa berpasangan dengan akhirul zaman, zaman muthaakhir. Lalu kata zaman bisa juga berpasangan dengan rijahul zaman. Cahaya dari masa atau zaman tertentu. Dengan kata lain kata zaman adalah kata yang berdiemnsi waktu atau masa. Bahkan orang juga kadang-kadang  melekatkan kata zaman itu kepada kata sejarah. Sehingga pengertian sirahul zaman, adalah sejarah yang penuh kegemilangan. Sejarah yang disinari oleh cahaya keberhasilan. Bukan sejarah yang kelabu, sejarah yang mandek atau bukan sejarah yang kelam. Singkat kata, periode yang bertaburkan sinar  pencerahan.

Pada hakikatnya sejarah itu selalu berubah, zaman itu beredar di antara manusia. Ada masa lahir, dewasa dan tua (aging). Sejarah itu pun meniscyakan adanya berawal, berkembang maju dan runtuh. Pada moment sejarah tumbuh dan berkembang di situlah  kegemilangan dan sukses. Tetapi pada masa runtuh di situ lah masa tiba gelap dan kelam.

Amat menarik apa yang dikatakan Hamka yang menyatakan dalam pidato yang cukup penting. Yaitu pidato pada penutupan Munas Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama 1975, saat dipilihnya dia sebagai Ketua Umum MUI. Ia mengungkap kata Sirahul Zamaniyah dalam hubungan sejarah umat Islam. Ia mengkaitkan konteks itu dengan apa yang ia sebut zaman cahaya dari selatan.

Kata Hamka, Nabi Muhammad SAW pernah menyatakan nur atau cahaya yang ditegakkan dari Mekkah. Dari kota suci Mekkah dipancarkan cahaya ke bagian Yaman (Selatan). Cahaya itu sampai ke Irak (Utara) bahkan lebih jauh lagi. Namun kemudian  cahaya itu berangsur pudar cahayanya, laksana pelita yang kehabisan minyak
Demikian Hamka (Panji Masyrakat  edisi 181 tgl 25 Juli 1975).   

Jika  moment sejarah  sekarang ini sebagai analog dengan apa yang dikatakan Hamka,--- era yang mulai pudar cahaya yang meneranginya---, tentu saja menyentakkan pikiran kita. Artinya kita harus sadar bahwa sesungguhnya suasana itu bukanlah sesuatu yang tiba-tiba berdiri sendiri. Yang sewajarnya menjadi kerpihatinan kita bersama.

Ada kisah klasik sebagai dapat dijadikan tamsil. Sejarah keledai tuannya yang membawa beban berat dipunggunnya. Di tengah padang pasir yang luas sang keledai kehausan. Padahal dipunggungnya tersedia air minum cadangan untuk persediaan di perjalanan.

Manusia kecil yang dinyatakan Schiler, tentu saja dalam makna laterlik, melainkan dalam makna cerita keledai dan tuannya. Ia tidak menemukan solusi dari kesulitan yang menimpannya. Mereka hanya pasrah kepada ketentuan nasib, yang kebetulan nasib tidak menguntungkannya.

Bahkan manusia kecil, adalah manusia yang mengabikan kebenaran dan keadulan. Manusia kecil adalah manuisa yang begelimang dosa, kesalahan dan kebebalan. Mereka berkhianat karena godaan budaya syirk, budaya rendah lainnya.

Berdasarkan itu semua, mungkin sudah tiba masanya kita harus melawan segala apa yang membuat atau menjadikan manusia kecil. Kita harus segera keluar dari posisi  bergelimang dosa, pergi menapak medan yang baru. Medan lama itu telah mencampakkan kita menjadi manusia kerdil, manusia yang kehilangan esensinya yang penting. Sebab apa, manusia kecil tidak bisa menciptakan manusia yang kuat dan besar.

Sirahul zaman kita perlukan sekarang tidak lain adalah dalam rangka pencerahan. Pemurnian cita-cita,  dalam rangka menapak jalan yang baru. Tanpa keledai pasrah yang bodoh, sang tuan yang dungu. Insya Allah   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar