Kamis, 08 Desember 2011

Perangkat Desa dan Kelurahan Didiminta Jangan Nodai Niat Baik Bupati Karimun Melalui Kegiatan RTLH Bermasalah


RTLH Terkesan terbengkalai di Kelurahan Tanjung Berlian

Karimun, Melayu Pos
Semakin tinggi niat pemerintah daerah dalam hal pemerataan kehidupan masyarakat miskin di Kabupaten Karimun. Semakin banyak juga pola dan cara para oknum yang telah menjadi perpanjangan tangan masyarakat untuk membuat hati fakir miskin semakin teriris. Padahal, sudah jelas-jelas masyarakat yang semacam ini sama sekali tidak memiliki sumber mata pencarian, dan tidak punya kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan.

Ironisnya, niat baik Bupati karimun atau pemerintah daerah disertai Dinas Sosial Kabupaten Karimun, seakan-akan telah ternodai oleh sebagian orang yang telah diberi kepercayaan selaku perpanjangan tangan masyarakat. Padahal, sesugguhnya melalui Peraturan Bupati Karimun Nomor 5 Tahun 2011 seharusnya dijadikan acuan untuk memberikan hak fakir miskin dan masyarakat yang tergolong susah. Dengan harapan kegiatan rehabilitas rumah tidak layak huni RTLH dikerjakan sesuai harapan dan sesuai dengan anggaran.

Namun sangat disayangkan, malah sebaliknya Peraturan Bupati Karimun tersebut dijadikan alat untuk mencari keuntungan di tengah-tengah masyarakat miskin yang telah mendapat bantuan melalui rehabilitas rumah tidak layak huni atau RTLH. Seperti halnya yang terjadi tepatnya di Bukit Madiah, Kecamatan Kundur Utara.

Hasil investigasi Melayu Pos di lapangan, beberapa waktu lalu, pengerjaan rumah tidak layak huni (RTLH) terkesan tidak berpihak kepada masyarakat miskin, namun yang berlaku di lapangan hanya unsur mencari keuntungan pribadi. Padahal, besarnya alokasi dana atau bantuan lansung masyarakat (BLM) Rp20 juta sudah diperkirakan cukup untuk membangun RTLH tersebut.

Saeri warga Bukit Madiah yang dijumpai, baru baru ini berpendapat, pembangunan rumah tidak layak huni RTLH yang dimilikinya terkesan asal jadi, bahkan pintu belakang dan pintu kamar hanya terbuat dari triplek yang ukuran sangat tipis, begitu juga dengan tembok atau dinding rumah tersebut di sebelah luar tidak diplaster. Bahkan yang menjadi pertanyaan, rumah yang menjadi miliknya tidak memiliki kamar mandi ataupun toilet (WC).

Kalau diperincikan bahan-bahan rumah tersebut, terlalu tidak mungkin bisa menelan anggaran sampai Rp20 juta, jenis bahan-bahan yang dibelikan bisa dihitung satu demi satu. Dikatan Saeri rincian kasar bahan yang diperguanakan untuk ruamah tersebut, lebih kurang dua setengah kodi asbes x Rp700.000 = Rp1.750.000, tiga puluh zak semen x 60.000 = Rp1.800.000, satu setengah ton kayu x Rp3.000.000 = Rp4.500.000 pintu dengan jendela diperkirakan menelan anggaran sekitar tiga juta Rp3.000000 besi pasir batu kerikil dll, sekitar satu juta Rp1.000.000 ditambah ongkos tukang Rp 2.500.000 dengan demikian total kasat mata keseluruhan sekitar empat belas juta lima ratus lima puluh ribu rupiah (Rp14.550000).

Dengan demikian rumah tidak layak huni RTLH di kelurahan Tanjung Berlian diduga penuh reka yasa alias dijadikan ajang mencari keuntungan.

Sementara itu, Lurah Tanjung Berlian, Persyada, S.Sos yang ditemu Melayu Pos, di ruang kerjanya berpendapat, program rumah tidak layak huni (RTLH) seolah-olah menjebak para lurah dan juga kepala desa. Persyada berpendapat, anggaran yang nilainya Rp20 juta tersebut terlalu minim untuk membangun sebuah rumah walupun besar rumah tersebut 6x6 meter.

Akan tetapi yang menjadi pertanyaan masyarakat, kalau biaya pembangunan dianggap minim oleh Persyada, S.Sos selaku Lurah Tanjung Berlian, kenapa rumah tidak layak huni tersebut disanggupi untuk dibangun. Kalau memang takut dengan kerugian, sebaiknya uang tersebut diberikan lansung kepada masyarakat yang berhak menerima untuk membangun sendiri agar permasalahan tidak menjadi tambah rumit. Majid/Darno

Tidak ada komentar:

Posting Komentar