Kamis, 08 Desember 2011

Rakyat Membutuhkan Bukti Bukan Janji


Sorotan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah mempunyai pimpinan baru. Di antara lima orang yang menjadi pimpinan baru itu, DPR  menjatuhkan pilihan kepada Abraham Samad, seorang advokat di Makassar . Abraham Samad  dalam proses uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR mendapat giliran pertama, mengantongi 43 suara dari 56 wakil rakyat  di komisi hukum.


Ada beberapa kandidat yang sejak awal sudah dijagokan untuk menjadi orang nomor satu di badan antikorupsi itu, tetapi tersingkir ketika proses pemilihan di parlemen mencari satu orang dari lima calon pimpinan yang terpilih untuk menjadi komandan lembaga KPK. 


Memang bisa saja ada kekecewaan karena calon yang dianggap layak justru tidak terpilih dan nama yang tidak pernah diunggulkan justru menjadi pilihan para legislator di Senayan. Kendati demikian, ada kalangan yang berpendapat, calon-calon yang dipilih oleh DPR merupakan sosok yang terbaik untuk memimpin KPK.


Adanya lobi-lobi di antara para anggota Komisi III yang datang dari sembilan fraksi di DPR sudah menjadi pertanda kuat bahwa pemilihan pimpinan lembaga yang disegani itu sarat  dengan proses politik. Alhasil, pimpinan KPK yang dipilih tidak bisa dikatakan murni sebagai penilaian akhir atas kemampuan pribadi, rekam jejak dan integritas personal semata. 


Abraham Samad tinggal menunggu  hari  melaksanakan  tugas  memimpin sebuah lembaga yang ditakuti  para koruptor. Ketika  uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR, dia menginginkan KPK tidak  hanya menangkapi koruptor kelas teri. Lembaga antikorupsi ituharus  lebih fokus membongkar korupsi-korupsi skala besar.


Selama kepemimpinan sebelumnya, KPK tidak pernah menunjukkan kehebatannya dengan berbagai kewenangan luar biasa yang dimilikinya untuk membongkar tindak pidana korupsi yang menggerogoti uang negara dalam jumlah besar. Misalnya, penggelontoran uang negara Rp 6,7 triliun untuk Bank Century. Para wakil rakyat di DPR dan banyak kalangan meyakini, pemberian dana talangan untuk bank swasta yang kini sudah berganti nama menjadi Bank Mutiara itu amat sarat dengan aksi penjarahan uang negara.


DPR lewat tim pengawas untuk tindaklanjut penanganan kasus Bank Century menagih kepada KPK, Busyro Muqoddas yang memimpin lembaga itu tidak mampu menunjukkan ada kemajuan pengusutan. Lembaga itu terus berkutat pada tahap penyelidikan dan berdalil tidak menemukan unsur kerugian negara .

KPK juga seolah hanya jalan di tempat dalam pengusutan kasus pemberian cek pelawat dalam proses pemilihan calon deputi gubernur senior Bank Indonesia yang kemudian dimenangkan oleh Miranda Goeltom. Sudah puluhan anggota DPR maupun bekas wakil rakyat dijebloskan ke penjara karena menerima dana suap, namun  KPK tidak  bisa mengungkap siapa sebenarnya orang yang berinisiatif membagi-bagikan cek perjalanan itu. KPK sudah menangkapi dan memenjarakan penerima suap, tapi tidak  mampu membekuk orang yang membagi-bagikan dana suap itu.


Setelah berbulan-bulan menetapkan Nunun Nurbaeti sebagai tersangka yang dicurigai terlibat kasus itu, KPK seperti  kehilangan daya melacak buruannya itu. Bukannya mengerahkan segala upaya untuk bisa menangkap Nunun, Busyro malahan  menuding ada pihak-pihak yang ikut membantu tersangka bersembunyi di luar negeri.


Selain menyoroti kinerja pimpinan KPK dalam tahun-tahun belakangan, publik pun membandingkan performa Busyro dan empat wakilnya dengan saat institusi itu dipimpin oleh Antasari Azhar. Tanpa rasa takut dan gentar sedikitpun, Antasari menyeret besan orang nomor satu di negara ini ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Begitu pula seorang mantan Kapolri yang sudah lama dijadikan tersangka, segera dimasukkan ke penjara tidak lama Antasari memimpin KPK.


Kini Abraham Samad yang terpilih sebagai ketua baru KPK patut membuktikan janjinya untuk membongkar kasus-kasus korupsi besar. Akankah pimpinan baru ini berani membongkar kasus-kasus korupsi besar, termasuk BLBI dan manipulasi pajak? Ataukah pimpinan baru KPK itu hanya mengikuti genderang penguasa? Rakyat perlu bukti, tidak sekadar suara lantang yang berteriak berantas korupsi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar