Sorotan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah mempunyai
pimpinan baru. Di antara lima orang yang menjadi pimpinan baru itu, DPR menjatuhkan pilihan kepada Abraham Samad,
seorang advokat di Makassar . Abraham Samad
dalam proses uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR mendapat
giliran pertama, mengantongi 43 suara dari 56 wakil rakyat di komisi hukum.
Ada beberapa kandidat yang sejak awal sudah
dijagokan untuk menjadi orang nomor satu di badan antikorupsi itu, tetapi tersingkir
ketika proses pemilihan di parlemen mencari satu orang dari lima calon pimpinan
yang terpilih untuk menjadi komandan lembaga KPK.
Memang bisa saja ada kekecewaan karena calon yang
dianggap layak justru tidak terpilih dan nama yang tidak pernah diunggulkan
justru menjadi pilihan para legislator di Senayan. Kendati demikian, ada
kalangan yang berpendapat, calon-calon yang dipilih oleh DPR merupakan sosok
yang terbaik untuk memimpin KPK.
Adanya lobi-lobi di antara para anggota Komisi III
yang datang dari sembilan fraksi di DPR sudah menjadi pertanda kuat bahwa
pemilihan pimpinan lembaga yang disegani itu sarat dengan proses politik. Alhasil, pimpinan KPK
yang dipilih tidak bisa dikatakan murni sebagai penilaian akhir atas kemampuan
pribadi, rekam jejak dan integritas personal semata.
Abraham Samad tinggal menunggu hari melaksanakan tugas
memimpin sebuah lembaga yang ditakuti para koruptor. Ketika uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR,
dia menginginkan KPK tidak hanya
menangkapi koruptor kelas teri. Lembaga antikorupsi ituharus lebih fokus membongkar korupsi-korupsi skala
besar.
Selama kepemimpinan sebelumnya, KPK tidak pernah
menunjukkan kehebatannya dengan berbagai kewenangan luar biasa yang dimilikinya
untuk membongkar tindak pidana korupsi yang menggerogoti uang negara dalam
jumlah besar. Misalnya, penggelontoran uang negara Rp 6,7 triliun untuk Bank
Century. Para wakil rakyat di DPR dan banyak kalangan meyakini, pemberian dana
talangan untuk bank swasta yang kini sudah berganti nama menjadi Bank Mutiara
itu amat sarat dengan aksi penjarahan uang negara.
DPR lewat tim pengawas untuk tindaklanjut penanganan
kasus Bank Century menagih kepada KPK, Busyro Muqoddas yang memimpin lembaga
itu tidak mampu menunjukkan ada kemajuan pengusutan. Lembaga itu terus berkutat
pada tahap penyelidikan dan berdalil tidak menemukan unsur kerugian negara .
KPK juga seolah hanya jalan di tempat dalam
pengusutan kasus pemberian cek pelawat dalam proses pemilihan calon deputi
gubernur senior Bank Indonesia yang kemudian dimenangkan oleh Miranda Goeltom.
Sudah puluhan anggota DPR maupun bekas wakil rakyat dijebloskan ke penjara
karena menerima dana suap, namun KPK
tidak bisa mengungkap siapa sebenarnya
orang yang berinisiatif membagi-bagikan cek perjalanan itu. KPK sudah
menangkapi dan memenjarakan penerima suap, tapi tidak mampu membekuk orang yang membagi-bagikan dana
suap itu.
Setelah berbulan-bulan menetapkan Nunun Nurbaeti
sebagai tersangka yang dicurigai terlibat kasus itu, KPK seperti
kehilangan daya melacak buruannya itu. Bukannya mengerahkan segala upaya untuk
bisa menangkap Nunun, Busyro malahan menuding ada pihak-pihak yang ikut
membantu tersangka bersembunyi di luar negeri.
Selain menyoroti kinerja pimpinan KPK dalam
tahun-tahun belakangan, publik pun membandingkan performa Busyro dan empat
wakilnya dengan saat institusi itu dipimpin oleh Antasari Azhar. Tanpa rasa
takut dan gentar sedikitpun, Antasari menyeret besan orang nomor satu di negara
ini ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Begitu pula seorang mantan Kapolri
yang sudah lama dijadikan tersangka, segera dimasukkan ke penjara tidak lama
Antasari memimpin KPK.
Kini Abraham Samad yang terpilih sebagai ketua baru
KPK patut membuktikan janjinya untuk membongkar kasus-kasus korupsi besar. Akankah
pimpinan baru ini berani membongkar kasus-kasus korupsi besar, termasuk BLBI
dan manipulasi pajak? Ataukah pimpinan baru KPK itu hanya mengikuti genderang
penguasa? Rakyat perlu bukti, tidak sekadar suara lantang yang berteriak
berantas korupsi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar