Sampit, Melayu Pos
Jalan HM Arsyad
pada sore hari kerap dijadikan ajang kebut-kebutan pengendara sepeda motor,
khususnya para pemuda. Hal ini meresahkan para pengguna jalan yang melintas di
jalur itu. Apalagi kawasan HM Arsyad ini termasuk jalan protokol Kota Sampit
yang selalu padat lalu lintas.
Balapan liar (bali) biasanya
dilakukan oleh remaja dengan rentang usia 12-20 tahun yang memiliki hobi
kebut-kebutan, sehingga hobi tersebut terpaksa harus disalurkan di arena balap
yang tidak seharusnya dilakukan oleh pelaku bali.
Pantauan kemarin sore di ruas
jalan HM Arsyad, tampak terdengar jelas dari
kejauhan 20 meter terdengar dentuman suara bising knalpot pembalap liar, saling
beradu nyali di tengah kerumunan pengguna jalan lainnya.
Bahkan dengan cueknya,
saat lampu merah menyala, pengguna motor itu nekat menerobosnya.
Adalagi yang jumping saat lampu merah baru saja menyala, dan
nyaris saja menyerempet kendaraan lainnya yang tepat berada samping.
“Setiap sore di sini sampai ke
bundaran KB banyak yang kebut-kebutan. Biasanya mereka yang nongkrong di
pinggir jalan itu. Sore hari di sini memang polisi sering berjaga mengontrol setiap ruas jalan yang
menjadi titik rawan balapan liar. “Namun,
hal itu tidak membuat pelaku bali jera,
yang hanya membuat gertak sambal saja,” keluh
Arif salah seorang pengguna jalan yang melintas di HM Arsyad.
Ia mengatakan,
untuk menyikapi
hal ini tentunya masyarakat juga harus proaktif mencegah balapan liar di
sepanjang jalan itu. Karena balapan itu mengganggu bukan
hanya pengguna jalan tetapi juga
warga lain yang tidak ada di jalan.
“Caranya
semua masyarakat kompak menegur pelaku balapan liar. Apabila masyarakatnya
kompak maka tidak ada lagi yang berani kebut-kebutan di sana,”
kata pemuda yang berkuliah di salah satu perguruan tinggi swasta ini.
Terpisah,
salah satu warga yang bertempat tinggal pada ruas jalan HM Arsyad
juga mengeluh akibat suara bising knalpot remaja pembalap liar yang sering
melintas tepat di depan rumahnya. Keresahan
warga di sekitar lokasi balap liar itu wajar mengingat balapan liar di daerah
tersebut berlangsung hingga malam hari. Bahkan di lokasi itu beberapa orang
juga terpaksa dilarikan ke rumah sakit akibat ditabrak pelaku
balap liar.
Herman, salah seorang warga menjelaskan bahwa protes
warga terhadap pelaku balap liar dan geng motor itu, mulai
muncul karena warga setempat cukup terganggu dengan keributan kendaraan mereka.
“Belum lagi keamanan
warga utamanya anak-anak juga tidak terjamin. Warga di sini sudah bosan menegur
remaja-remaja yang sering melancarkan aksinya di tengah malam
maupun sore,” keluhnya.
Tidak hanya di ruas jalan HM
Arsyad saja yang dijadikan ajang balapan liar,
di stadion 29 November tepatnya di jalan Chillik Riwut juga sering dilakukan
hal yang sama oleh remaja-rejama yang sering melancarkan aksinya dengan
kebut-kebutan di jalan. ”Apa lagi
malam minggu tepat keesokan harinya libur, malamnya sudah pasti remaja-remaja
maupun mahasiswa sudah menyusun rencana akan mengadakan balapan liar,”
ungkapnya.
Sementara itu, pelaku
balapan liar, sebut saja Anang, dia mengakui bahwa
perbuatannya tersebut memang menggangu lalu lintas pengguna jalan lainya, namun
tidak bisa dipungkiri, katanya selain
aksi yang dilakoninya tersebut dijadikan hobby
namun juga memacu adrenalin untuk mengikuti kejuaraan balapan sesungguhnya.
“Memang saya akui aksi ini selain
membahayakan keselamatan orang lain namun juga membahayakan diri saya sendiri,”
katanya sambil
duduk di atas kendaraan roda dua yang menjadi kebanggaannya saat melaju kencang
di ruas jalan.
Lebih jauh pemuda
asal Kota Palangkaraya ini mengungkapkan, mereka hanya
ingin pemerintah daerah bisa memperdayakan mereka untuk
menyediakan fasilitas arena balap yang selama ini diidamkan
berada di Kota Sampit.
Karena dengan demikian, adanya
arena sirkuit balapan yang disediakan oleh pemerintah daerah khusus untuk pelaku pembalapan liar yang
dianggap selama ini meresahkan warga maupun pengguna jalan, tidak akan kembali
menggangu jalur lalu lintas yang sebagaimana mestinya.
“Kami juga sudah merasa bosan
dikejar-kejar oleh polisi lalu lintas. Setiap
kali kami dikejar selalu saja salah satu dari teman kami ada yang tertangkap.
Kadang-kadang kami juga merasa perbuatan
kami ini memang salah. Untuk itu seharusnya pemerintah daerah
agar lebih bisa memperhatikan kami lagi, sehingga bakat-bakat yang kami miliki
bisa tersalurkan dengan sendirinya,” pungkasnya. Mia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar