Selasa, 31 Januari 2012

HM Arsyad Jadi Sirkuit Balapan Ilegal, Pelaku Bali Minta Sirkuit Balapan



Sampit, Melayu Pos

Jalan HM Arsyad pada sore hari kerap dijadikan ajang kebut-kebutan pengendara sepeda motor, khususnya para pemuda. Hal ini meresahkan para pengguna jalan yang melintas di jalur itu. Apalagi kawasan HM Arsyad ini termasuk jalan protokol Kota Sampit yang selalu padat lalu lintas.

Balapan liar (bali) biasanya dilakukan oleh remaja dengan rentang usia 12-20 tahun yang memiliki hobi kebut-kebutan, sehingga hobi tersebut terpaksa harus disalurkan di arena balap yang tidak seharusnya dilakukan oleh pelaku bali.

Pantauan kemarin sore di ruas jalan HM Arsyad, tampak terdengar jelas dari kejauhan 20 meter terdengar dentuman suara bising knalpot pembalap liar, saling beradu nyali di tengah kerumunan pengguna jalan lainnya.

Bahkan dengan cueknya, saat lampu merah menyala, pengguna motor itu nekat menerobosnya. Adalagi yang jumping saat lampu merah baru saja menyala, dan nyaris saja menyerempet kendaraan lainnya yang tepat berada samping.

“Setiap sore di sini sampai ke bundaran KB banyak yang kebut-kebutan. Biasanya mereka yang nongkrong di pinggir jalan itu. Sore hari di sini memang polisi sering berjaga mengontrol setiap ruas jalan yang menjadi titik rawan balapan liar. “Namun, hal itu tidak membuat pelaku bali jera, yang hanya membuat gertak sambal saja,keluh Arif salah seorang pengguna jalan yang melintas di HM Arsyad.

Ia mengatakan, untuk menyikapi hal ini tentunya masyarakat juga harus proaktif mencegah balapan liar di sepanjang jalan itu. Karena balapan itu mengganggu bukan hanya pengguna jalan tetapi juga warga lain yang tidak ada di jalan.

Caranya semua masyarakat kompak menegur pelaku balapan liar. Apabila masyarakatnya kompak maka tidak ada lagi yang berani kebut-kebutan di sana, kata pemuda yang berkuliah di salah satu perguruan tinggi swasta ini.

Terpisah, salah satu warga yang bertempat tinggal pada ruas jalan HM Arsyad juga mengeluh akibat suara bising knalpot remaja pembalap liar yang sering melintas tepat di depan rumahnya. Keresahan warga di sekitar lokasi balap liar itu wajar mengingat balapan liar di daerah tersebut berlangsung hingga malam hari. Bahkan di lokasi itu beberapa orang juga terpaksa dilarikan ke rumah sakit akibat ditabrak pelaku balap liar. 

Herman, salah seorang warga menjelaskan bahwa protes warga terhadap pelaku balap liar dan geng motor itu, mulai muncul karena warga setempat cukup terganggu dengan keributan kendaraan mereka.

Belum lagi keamanan warga utamanya anak-anak juga tidak terjamin. Warga di sini sudah bosan menegur remaja-remaja yang sering melancarkan aksinya di tengah malam maupun sore, keluhnya.

Tidak hanya di ruas jalan HM Arsyad saja yang dijadikan ajang balapan liar, di stadion 29 November tepatnya di jalan Chillik Riwut juga sering dilakukan hal yang sama oleh remaja-rejama yang sering melancarkan aksinya dengan kebut-kebutan di jalan. Apa lagi malam minggu tepat keesokan harinya libur, malamnya sudah pasti remaja-remaja maupun mahasiswa sudah menyusun rencana akan mengadakan balapan liar, ungkapnya.

Sementara itu, pelaku balapan liar, sebut saja Anang, dia mengakui bahwa perbuatannya tersebut memang menggangu lalu lintas pengguna jalan lainya, namun tidak bisa dipungkiri, katanya selain aksi yang dilakoninya tersebut dijadikan hobby namun juga memacu adrenalin untuk mengikuti kejuaraan balapan sesungguhnya.

“Memang saya akui aksi ini selain membahayakan keselamatan orang lain namun juga membahayakan diri saya sendiri,” katanya sambil duduk di atas kendaraan roda dua yang menjadi kebanggaannya saat melaju kencang di ruas jalan.

Lebih jauh pemuda asal Kota Palangkaraya ini mengungkapkan, mereka hanya ingin pemerintah daerah bisa memperdayakan mereka untuk menyediakan fasilitas arena balap yang selama ini diidamkan berada di Kota Sampit.

Karena dengan demikian, adanya arena sirkuit balapan yang disediakan oleh pemerintah daerah  khusus untuk pelaku pembalapan liar yang dianggap selama ini meresahkan warga maupun pengguna jalan, tidak akan kembali menggangu jalur lalu lintas yang sebagaimana mestinya.

“Kami juga sudah merasa bosan dikejar-kejar oleh polisi lalu lintas. Setiap kali kami dikejar selalu saja salah satu dari teman kami ada yang tertangkap. Kadang-kadang kami juga merasa perbuatan kami ini memang salah. Untuk itu seharusnya pemerintah daerah agar lebih bisa memperhatikan kami lagi, sehingga bakat-bakat yang kami miliki bisa tersalurkan dengan sendirinya,” pungkasnya. Mia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar