Selasa, 03 Januari 2012

Nasib Nelayan Jalan Trem


Iwan sang nelayan sejati.

Pangkalpinang, Melayu Pos
Di pinggir jalan raya Trem ini masih berjejer perahu berbagai macam jenis. Nampak jelas para nelayan tak turun melaut karena cuaca buruk sekali di bulan Desember ini. Selain cuaca juga gelombang sangat tinggi sampai 5 s/d 7 m kalau di laut tengah. Makanya mereka memilih pekerjaan apa saja, seperti buruh di pasar induk Pangkalpinang atau buruh banguan.

”Kami sudah lama tidak melaut, maklum lah sekarang ini serba sulit. Kalau kita turun dapat ikan juga tidak banyak bahkan bunting bukannya untung,” jawab Iwan yang asli lahir di Pangkalpinang sambil memperbaiki perahunya yang mulai usang.

Sudah lebih dari 20 tahun melaut hanya cukup sehari demi sehari. Bahkan bapak yang tinggal di kelurahan Sriwijaya ini seumur hidup belum pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah kota madya Pangkalpinang. Penghasilanya hanya Rp100.000 per tiga hari kalau turun melaut.

“Sebetulnya saya ini sangat layak untuk dibantu, selain miskin juga memiliki tanggungan anak sebanyak 7 orang putra dan 1 orang putri,“ ujar bapak 51 tahun ini memelas, sembari memperbaiki perahunya. Nelayan ini walau harga timah sampai Rp100.000/kg. Walaupun keadaaan laut saat ini tidak menjanjikan, karena laut banyak yang tercemar oleh limbah kapal isap timah, tapi mereka memang pelaut sejati pantang menyerah. Jadi memang benar “nenek moyang ku seorang pelaut” dikutip dari salah satu syair lagu nenek moyang.

”Kalau mau pindah provisi tentu tidak memungkinkan lagi, di tengah usia lanjut ini. Mau kerja siapa yang mau terima karena sudah usang dan tak sekolah,” kelakar Iwan sambil senda gurau. Canda mereka seolah-olah tidak mau tahu beras sudah naik Rp1000/kg pada hari ini. Mereka tidak pernah meninggalkan pekerjaaanya sebagai nelayan. Dari tangan para nelayan inilah masyarakat di kota Pangkalpinang dapat mencicipi ikan segar. Entah di mana perginya bantuan sosial kota ini atau lembaga pemberdayaan masyarakat hanya memberikan para kroninya dan koleganya. Atau para dinas ini hanya polesan warna birokrasi saja, yang tak ubah hanya sebuah iklan pembangunan di sana-sini. Asal tahu saja produk hukum KKN ini menjamur sampai ke pelosok para RT sekalipun dan aji mumpung menjabat. Bukti nyatanya mereka Iwan dan Bucin inilah sebagai bentuk diskriminasi kebijakan sosial.    

Mereka menjual hasil tangkapanya langsung ke pelelangan (TPI) dekat perahu bersandar ini. ”Kadang–kadang kami ini hanya dipandang sebelah mata oleh para pegawai atau para pejabat di Pangkalpinang ini. Makanya kami ini malas berhadapan dengan para aparat atau dinas terkait,” jawab Bucin warga Pelipur, rekan Iwan dari perahu sebelahnya.

Ketika Melayu Pos bertanya tentang pengajuan permohonan bantuan atau sejenis bantuan lainnya. Jadi bagi mereka tidak mau melakukannya karena jawabannya sangat tidak memuaskan bahkan terkesan berbelit-belit. Bahkan untuk mengurusinya harus menyediakan waktu yang tidak sedikit. Mereka juga tidak berharap banyak dalam tahun baru 2012 ini supaya Tuhan memberikan kesehatan baik secara individu Iwan sendiri bahkan keluarganya kelak. Agar dapat terhindar dari segala bentuk kesusahan yang diamiinkan oleh Bucin juga. Marjono

Tidak ada komentar:

Posting Komentar