Iwan sang nelayan sejati. |
Pangkalpinang, Melayu Pos
Di pinggir jalan raya
Trem ini masih berjejer perahu berbagai macam jenis. Nampak jelas para nelayan
tak turun melaut karena cuaca buruk sekali di bulan Desember ini. Selain cuaca
juga gelombang sangat tinggi sampai 5 s/d 7 m kalau di laut tengah. Makanya
mereka memilih pekerjaan apa saja, seperti buruh di pasar induk Pangkalpinang
atau buruh banguan.
”Kami sudah lama tidak
melaut, maklum lah sekarang ini serba sulit. Kalau kita turun dapat ikan juga
tidak banyak bahkan bunting bukannya untung,” jawab Iwan yang asli lahir di
Pangkalpinang sambil memperbaiki perahunya yang mulai usang.
Sudah lebih dari 20
tahun melaut hanya cukup sehari demi sehari. Bahkan bapak yang tinggal di
kelurahan Sriwijaya ini seumur hidup belum pernah mendapatkan bantuan dari
pemerintah kota madya Pangkalpinang. Penghasilanya hanya Rp100.000 per tiga hari
kalau turun melaut.
“Sebetulnya saya ini
sangat layak untuk dibantu, selain miskin juga memiliki tanggungan anak
sebanyak 7 orang putra dan 1 orang putri,“ ujar bapak 51 tahun ini memelas,
sembari memperbaiki perahunya. Nelayan ini walau harga timah sampai
Rp100.000/kg. Walaupun keadaaan laut saat ini tidak menjanjikan, karena laut
banyak yang tercemar oleh limbah kapal isap timah, tapi mereka memang pelaut
sejati pantang menyerah. Jadi memang benar “nenek moyang ku seorang pelaut”
dikutip dari salah satu syair lagu nenek moyang.
”Kalau mau pindah provisi
tentu tidak memungkinkan lagi, di tengah usia lanjut ini. Mau kerja siapa yang
mau terima karena sudah usang dan tak sekolah,” kelakar Iwan sambil senda
gurau. Canda mereka seolah-olah tidak mau tahu beras sudah naik Rp1000/kg pada
hari ini. Mereka tidak pernah meninggalkan pekerjaaanya sebagai nelayan. Dari
tangan para nelayan inilah masyarakat di kota Pangkalpinang dapat mencicipi
ikan segar. Entah di mana perginya bantuan sosial kota ini atau lembaga
pemberdayaan masyarakat hanya memberikan para kroninya dan koleganya. Atau para
dinas ini hanya polesan warna birokrasi saja, yang tak ubah hanya sebuah iklan
pembangunan di sana-sini. Asal tahu saja produk hukum KKN ini menjamur sampai
ke pelosok para RT sekalipun dan aji mumpung menjabat. Bukti nyatanya mereka Iwan
dan Bucin inilah sebagai bentuk diskriminasi kebijakan sosial.
Mereka menjual hasil
tangkapanya langsung ke pelelangan (TPI) dekat perahu bersandar ini. ”Kadang–kadang
kami ini hanya dipandang sebelah mata oleh para pegawai atau para pejabat di Pangkalpinang
ini. Makanya kami ini malas berhadapan dengan para aparat atau dinas terkait,” jawab
Bucin warga Pelipur, rekan Iwan dari perahu sebelahnya.
Ketika Melayu Pos bertanya tentang pengajuan
permohonan bantuan atau sejenis bantuan lainnya. Jadi bagi mereka tidak mau
melakukannya karena jawabannya sangat tidak memuaskan bahkan terkesan
berbelit-belit. Bahkan untuk mengurusinya harus menyediakan waktu yang tidak
sedikit. Mereka juga tidak berharap banyak dalam tahun baru 2012 ini supaya
Tuhan memberikan kesehatan baik secara individu Iwan sendiri bahkan keluarganya
kelak. Agar dapat terhindar dari segala bentuk kesusahan yang diamiinkan oleh
Bucin juga. Marjono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar