Selasa, 03 Januari 2012

Bukit Menumbing dan Mangkol Gundul Hukumnya


Bangka Belitung, Melayu Pos
Semasa orde baru semua damai dan tenang, tidak ada yang bergejolak di sana sini hingga menimbulkan konflik baik vertical maupun horizontal. Semasa reformasi bergulir semua reformasi tanpa terkecuali baik birokrasi maupun institusional bahkan terkesan kebablasan. Sama juga yang terjadi di Provinsi Bangka Belitung ini. Kemerdekaan yang bebetul terjadi apalagi letak provinsi ini jauh dari legiminasi pusat (Jakarta). Seperti ada kerajaan intitusi di sini, seperti penegak hukum, oknum PNS, yang berkolaborasi birokrasi internal maupun eksinternal. Kebebasan timah di eranya presiden BJ Habibi bermulai. Bermulailah masyarakat mengenyam kebebasan ini tanpa terkecuali di bumi Bangka Belitung ini. Pengrusakan hutan, lembah, sungai dan laut yang dilakukan oleh masyarakat, oknum aparat dalam berbagai bidang instansi dan institusi. Siapa mereka ini? Itulah yang menjadi pertanyaan para malaikat di langit, dan para suhada di bumi pertiwi ini.

Sebetulnya sangat mudah sekali kalau mau bekerja sacara profesional dan prosudural. Kalau ada asap pasti ada api. Pembangunan di provinsi ini tentu salah satunya berbahan kayu. Nah di bukit itu juga banyak timahnya. Jadi mereka sambil mengambil timah juga menjarah kayu untuk paru-paru bumi ini. Para pemodal ini juga dilakukan oleh para cukong dan instansi seperti oknum aparat yang memback up kegiatan operasional di lapangan yang memberdayakan masyarakat lokal. Nah, apa ini yang dikatakan reformasi, atau sebaliknya yang terjadi. Begitu banyak masyarakat yang menjadi korban eksploitasi produk hukum di negeri ini. Ada yang mengeksploitasi undang-undang tambang, ada undang-undang kehutanan ada juga undang–undang BPH Migas. Entah di mana hati nurani para pembuat kebijakan atau hanya mengeksploitasi kebijakan itu sendiri.

Ada yang tertangkap tentang timah, dengan damai sampai ratusan juta rupiah, ada tentang BBM juga damai Adm nya sampai puluhan juta rupiah kalau tentang kayu juga sampai ratusan juta rupiah. Mereka semua telah menelan pil pahit dari pekerjaan yang di atas, bahkan mereka sekarang sangat tertekan. “Kalau di penjara mungkin bisa 15 tahun tentang illegal loging,“ ujar Bujang (nama samaran) dari Kecamatan Simpang Rimba. Tak ayal juga para pemain di menumbing dan mangkol ini juga. Mereka adalah para oknum aparat yang bermain kucing-kucingan supaya tidak banyak yang tahu. Mereka oknum berkelompok yang saling melindungi korp institusionalnya. Ada oknum dari jenis produk tersebut misalnya kayu. Masyarakat di Bangka Belitung ini sudah menjadi rahasia umum tentang pelaku intelektualitasnya. Kalau tidak bergabung dengan oknum akan menjadi sapi perah oleh oknum lainnya. Atau ini merupakan kanibalisasi oknum dan oknum yang lainnya. Atau predator pasal-pasal. Sangat lucu sekali karena jelas kasat mata, seperti upeti di SPBU. Antara oknum masyarakat sebagai pengelola antrean kendaraan di SPBU dan oknum aparat. Sangat ironis sekali tentang perbuatan tersebut tidak ada oknum yang terlibat baik secara langsung maupun secara tak langsung. Bahkan tak pernah terdengan sama sekali ada oknum yang dipecat baik dari intitusi PNS atau aparat oknum lainnya. Tak pernah terdengar apalagi di tahun 2011 tadi, jadi apa maksud dari segala hukum. Hanya masyarakat yang menjadi pesakit hukuman dan sapi perah untuk memperkaya oknum tersebut secara pribadi. Padahal oknum ini sudah mendapatkan tujangan, gaji yang untuk mengurusi masyarakat. Di mana gaji dan tujangan tersebut dari keringat masyarakat yang dibayar melalui setiap transaksional pembelajaan setiap hari dengan nilai 2,5%/transaksi atau lebih dikenal dengan royal fee menggunakan alat transaksional atau uang atau sejenisnya yang memiliki nilai tukar. Lalu apa yang didapat oleh masyarakat tadi? Karena masyarakat marjinal tidak mendapatkan gaji langsung maupun tidak langsung dari APBN dan APBD. Mereka hanya bekerja dan bekerja dan dibayar sesuai dengan kebutuhan dan keperluannya masyarakat tersebut. Jadi yang mereka harapkan hanyalah pelayanan dari kebijkan dan keputusan undang-undang.Tidak untuk sang upeti yang bergaji.

Belum lagi jual beli pasal di pengadilan, ini juga merupakan para pembuat keputusan dan kebijakan dengan dalih sesuai protap (prosedur tetap) atau SOP (standart operasional prosedur). Ada juga yang jauh panggang dari api. Sehebat apa pun ketentuan hukum atau seperti pepatah salah seorang resedivis ternama di negeri ini yang saya kutip adalah ”setebal apapun tembok atau beton pagar hukum itu tetap tembus dengan peluru emas” Anton medan (edisi perlalanan sang resedivis). Semakin gundulkah hukum di negeri ini? Marjono dan Team

Tidak ada komentar:

Posting Komentar