Bangka Belitung, Melayu Pos
Semasa orde baru semua
damai dan tenang, tidak ada yang bergejolak di sana sini hingga menimbulkan konflik
baik vertical maupun horizontal. Semasa reformasi bergulir semua reformasi tanpa
terkecuali baik birokrasi maupun institusional bahkan terkesan kebablasan. Sama
juga yang terjadi di Provinsi Bangka Belitung ini. Kemerdekaan yang bebetul
terjadi apalagi letak provinsi ini jauh dari legiminasi pusat (Jakarta). Seperti
ada kerajaan intitusi di sini, seperti penegak hukum, oknum PNS, yang berkolaborasi
birokrasi internal maupun eksinternal. Kebebasan timah di eranya presiden BJ
Habibi bermulai. Bermulailah masyarakat mengenyam kebebasan ini tanpa
terkecuali di bumi Bangka Belitung ini. Pengrusakan hutan, lembah, sungai dan
laut yang dilakukan oleh masyarakat, oknum aparat dalam berbagai bidang
instansi dan institusi. Siapa mereka ini? Itulah yang menjadi pertanyaan para
malaikat di langit, dan para suhada di bumi pertiwi ini.
Sebetulnya sangat mudah
sekali kalau mau bekerja sacara profesional dan prosudural. Kalau ada asap
pasti ada api. Pembangunan di provinsi ini tentu salah satunya berbahan kayu. Nah
di bukit itu juga banyak timahnya. Jadi mereka sambil mengambil timah juga
menjarah kayu untuk paru-paru bumi ini. Para pemodal ini juga dilakukan oleh
para cukong dan instansi seperti oknum aparat yang memback up kegiatan
operasional di lapangan yang memberdayakan masyarakat lokal. Nah, apa ini yang
dikatakan reformasi, atau sebaliknya yang terjadi. Begitu banyak masyarakat
yang menjadi korban eksploitasi produk hukum di negeri ini. Ada yang mengeksploitasi
undang-undang tambang, ada undang-undang kehutanan ada juga undang–undang BPH Migas.
Entah di mana hati nurani para pembuat kebijakan atau hanya mengeksploitasi
kebijakan itu sendiri.
Ada yang tertangkap tentang
timah, dengan damai sampai ratusan juta rupiah, ada tentang BBM juga damai Adm
nya sampai puluhan juta rupiah kalau tentang kayu juga sampai ratusan juta
rupiah. Mereka semua telah menelan pil pahit dari pekerjaan yang di atas,
bahkan mereka sekarang sangat tertekan. “Kalau di penjara mungkin bisa 15 tahun
tentang illegal loging,“ ujar Bujang (nama samaran) dari Kecamatan Simpang Rimba.
Tak ayal juga para pemain di menumbing dan mangkol ini juga. Mereka adalah para
oknum aparat yang bermain kucing-kucingan supaya tidak banyak yang tahu. Mereka
oknum berkelompok yang saling melindungi korp institusionalnya. Ada oknum dari
jenis produk tersebut misalnya kayu. Masyarakat di Bangka Belitung ini sudah
menjadi rahasia umum tentang pelaku intelektualitasnya. Kalau tidak bergabung
dengan oknum akan menjadi sapi perah oleh oknum lainnya. Atau ini merupakan
kanibalisasi oknum dan oknum yang lainnya. Atau predator pasal-pasal. Sangat
lucu sekali karena jelas kasat mata, seperti upeti di SPBU. Antara oknum
masyarakat sebagai pengelola antrean kendaraan di SPBU dan oknum aparat. Sangat
ironis sekali tentang perbuatan tersebut tidak ada oknum yang terlibat baik
secara langsung maupun secara tak langsung. Bahkan tak pernah terdengan sama
sekali ada oknum yang dipecat baik dari intitusi PNS atau aparat oknum lainnya.
Tak pernah terdengar apalagi di tahun 2011 tadi, jadi apa maksud dari segala
hukum. Hanya masyarakat yang menjadi pesakit hukuman dan sapi perah untuk
memperkaya oknum tersebut secara pribadi. Padahal oknum ini sudah mendapatkan
tujangan, gaji yang untuk mengurusi masyarakat. Di mana gaji dan tujangan
tersebut dari keringat masyarakat yang dibayar melalui setiap transaksional
pembelajaan setiap hari dengan nilai 2,5%/transaksi atau lebih dikenal dengan royal
fee menggunakan alat transaksional atau uang atau sejenisnya yang memiliki
nilai tukar. Lalu apa yang didapat oleh masyarakat tadi? Karena masyarakat
marjinal tidak mendapatkan gaji langsung maupun tidak langsung dari APBN dan
APBD. Mereka hanya bekerja dan bekerja dan dibayar sesuai dengan kebutuhan dan
keperluannya masyarakat tersebut. Jadi yang mereka harapkan hanyalah pelayanan
dari kebijkan dan keputusan undang-undang.Tidak untuk sang upeti yang bergaji.
Belum lagi jual beli
pasal di pengadilan, ini juga merupakan para pembuat keputusan dan kebijakan
dengan dalih sesuai protap (prosedur tetap) atau SOP (standart operasional
prosedur). Ada juga yang jauh panggang dari api. Sehebat apa pun ketentuan
hukum atau seperti pepatah salah seorang resedivis ternama di negeri ini yang
saya kutip adalah ”setebal apapun tembok atau beton pagar hukum itu tetap
tembus dengan peluru emas” Anton medan (edisi perlalanan sang resedivis).
Semakin gundulkah hukum di negeri ini? Marjono dan Team
Tidak ada komentar:
Posting Komentar