![]() |
Dari kiri ke kanan : Huzairin (tiga dari kiri), Sutanto, Purwono (pimpinan PT Meskom Agro Sarimas) |
Bengkalis, Melayu Pos
Pengaturan pada sektor agararia merupakan tulang
punggung dalam menciptakan kehidupan masyarakat yang adil, makmur dan
sejahtera. Maka dari itu para founding
fathers menegaskan hal tersebut dalam konstitusi kita sebagaimana diamanatkan
dalam Pasal 33 ayat (3) yang berbunyi Bumi, Air, dan Kekayaan Alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pengaturan kebijakan
dibidang agraria sejatinya bukan hanya mencakup masalah pengaturan administrasi
kepemilikan tanah saja, namun pengaturan kebijakan di bidang
agraria mestilah berorientasi pada pengaturan sumber-sumber agraria (air, bumi
dan ruang angkasa) serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki fungsi yang amat penting
untuk membangun masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Hal ini didukung dengan corak perekonomian
masyarakat Indonesia yang agraris.
Persoalan yang saat ini kerap muncul ke permukaan
baik di media cetak maupun elektronik lokal dan
nasional adalah munculnya konflik agraria antara rakyat dengan
perusahaan-perusahaan pemegang izin usaha baik HGU, HPHTI, dan bentuk perizinan
lainnya. Konflik tersebut apabila kita klasifikasikan merupakan konflik agraria
yang bersifat vertikal. Konflik ini disebabkan oleh adanya kekeliruan dalam
pengaturan kebijakan mulai dari pemberian izin, pelaksanaan amanat yang
termaktub dalam izin serta pengawasan pelaksanaan izin tersebut. Konflik
agraria model ini secara umum ditengarai oleh kebijakan dalam hal ini perizinan
yang dikeluarkan oleh pemerintah, lazimnya setiap perizinan yang dikeluarkan
oleh pemerintah mesti dilakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
ketentuan-ketentuan yang diamanatkan dalam keputusan mengenai perizinan
tersebut, dan ini harus diselesaikan oleh pemegang izin sebelum operasional
perusahaan dimulai. Akibat dari kekeliruan dalam pemberian izin dan lemahnya
peran pemerintah dalam pengawasan pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang
termaktub dalam izin yang telah dikeluarkan menyebabkan masalah ini menjadi
berlarut-larut dan berpotensi menimbulkan gerakan protes masyarakat terhadap
negara secara masif dan struktural. Persoalan konflik agraria model ini selayaknya
mendapat perhatian khusus dari pemerintah untuk diselesaikan secara
konfrehensif dan tidak parsial agar tidak berpotensi menjadi gelombang protes
masyarakat yang semakin lama semakin membesar dan menimbulkan revolusi sosial.
Hal ini karena tanah sangat esensial hubungannya dalam kehidupan manusia. Pertumbuhan penduduk dan perkembangan
masyarakat akan turut mempengaruhi kepentingan masyarakat terhadap tanah baik
sebagai alat produksi, tempat tinggal, fasilitas umum/publik, fasilitas sosial,
fasilitas negara, sarana pembangunan dan lain sebagainya.
Kepentingan pada sektor agraria sangat menjadi
sorotan dalam putaran roda perekonomian dunia, hal ini bukan hanya sekedar
memenuhi kapasitas produksi pangan melainkan industri pertambangan, pulp and
papper, palm oil serta industri lainnya. Oleh karena itu pengaturan pada sektor
agraria mestilah benar-benar mampu mengakomodir kepentingan masyarakat terhadap
sumber-sumber agraria dan negaralah yang berperan dalam hal ini sebagai
organisasi kekuasaan rakyat. Dalam amanat UU No. 5 Tahun 1960 tentang
Pokok-Pokok Agraria mengamanatkan bahwa bumi, air dan ruang angkasa serta
kekayaan yang terkandung di dalamnya
merupakan kekayaan nasional dan hubungan dengan bangsa Indonesia bersifat
abadi.
Dalam kasus antara masyarakat dengan PT Meskom Agro Sarimas di Kabupaten
Bengkalis yang bermitra dengan Koperasi Meskom Sejati pada Januari 2002 silam
telah menimbulkan berbagai masalah. Namun hingga saat ini masih belum mendapat
perhatian serius baik dari perusahaan pemegang izin maupun pemerintah dalam
menyikapi permsalahan yang muncul ke permukaan. Ada beberapa masalah yang
muncul ke permukaan mulai dari proses perizinan yang disinyalir ada unsur
kebohongan dalam membuat dasar pemberian izin, pendistribusian tanah seluas 2
hektare (ha) kepada masing-masing anggota kelompok tani, pencemaran lingkungan,
alokasi dana CSR/CD serta ketentuan-ketentuan lain yang diamanatkan baik dalam
kesepakatan bersama dan izin (HGU) tersebut. Dasar dari diterbitkannya HGU
untuk PT Meskom Agro Sarimas adalah perjanjian
kerjasama antara Koperasi Meskom Sejati
dengan surat bernomor 006/KMS-S/I/2002 dengan PT Meskom
Agro Sarimas dengan surat bernomor 002/MAS-PB/I/2002 tertanggal 26 Januari
2002. Jika dalam proses terjalinnya kerja sama ini terdapat
kebohongan-kebohongan yang disinyalir untuk memuluskan proyek ini terealisasi
maka perlu kiranya bagi segenap stakeholder di negeri ini untuk bersama-sama
meluruskan persoalan ini agar apa yang menjadi cita-cita kita bernegara serta
semangat konstitusi kita dalam mengatur bidang agraria dapat berjalan dengan
baik dan mencapai tujuan sebagaimana yang telah diamanatkan.
Selain itu berdasarkan hasil pengamatan tim Melayu Pos di lapangan,
perjanjian kerja sama antara Koperasi Meskom Sejati dengan PT Meskom Agro Sarimas ini merupakan bagian
yang terpenting. Dalam perjanjian kerja sama tersebut memuat beberapa hal yang
sangat prinsip yang meliputi luas lahan, pola kemitraan, hak dan kewajiban
kedua belah pihak, waktu, biaya serta kesepakatan-kesepakatan lainnya yang
bersifat mengikat antara kedua belah pihak. Pemerintah semestinya sikap dalam
menyikapi permasalahan ini dengan membentuk Tim Terpadu yang melibatkan Badan
Pertanahan Nasional, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Perusahaan dan Masyarakat
(dalam hal ini anggota Koperasi Meskom Sejati) guna mengidentifikasi, menginventarisasi
masalah-masalah yang selama ini terjadi serta melakukan rekonstruksi pada areal
HGU PT Meskom Agro Sarimas baik untuk
menentukan tapal batas maupun penentuan lahan yang akan didistribusikan kepada
masyarakat (anggota Koperasi Meskom Sejati).
Sebagaimana dijelaskan di atas
bahwa konflik agraria yang ditengarai oleh perizinan oleh pemerintah mesti
diselesaikan dengan kebijakan karena berkaitan erat dengan pelaksanaan
aturan-aturan yang telah ditetapkan, pengawasan dan evaluasi dari izin
tersebut. Merujuk pada Pasal 32 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1960 bahwa Hak Guna
Usaha termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan
penghapusan hak tersebut, harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang
dimaksud dalam pasal 19. Pendaftaran tanah dalam Pasal 19 ayat (1) adalah untuk
menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh
wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan
peraturan pemerintah, pada ayat (2) dijelaskan bahwa pendaftaran tersebut dalam
ayat (1) pasal ini meliputi : a. Pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah, b.
Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut, c. Pemberian
surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Pada
ayat (3) dijelaskan bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat
keadaan negara dan masyarakat, keperluan lalu-lintas sosial ekonomi serta
kemungkinan penyelenggaranya menurut pertimbangan Menteri Agraria.
Hal ini semestinya menjadi perhatian khusus bagi
Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkalis untuk melakukan pembenahan terhadap
permasalahan antara masyarakat dengan PT Meskom
Agro Sarimas serta meluruskan proses-proses yang dinilai ada unsur kebohongan,
inkonstitusional dan tidak melaksanakan prosedur yang telah diamanatkan serta
permasalahan-permasalahan lain seperti pembuatan tapal batas, pendistribusian
lahan milik masyarakat (anggota Koperasi Meskom Sejati), mengevaluasi tahapan
pendistribusian serta hambatannya, pencemaran lingkungan serta alokasi dana
CSR/CD. Hal ini merupakan langkah yang bijaksana dalam menyikapi masalah di bidang agraria saat ini. Masalah di bidang agraria saat ini telah menjadi
masalah nasional yang mencuat karena ketimpangan sosial yang dilahirkan akibat
kebijakan politik agraria kita yang keliru. Langkah bijaksanaan tersebut mesti
didukung oleh segenap stakeholder, perusahaan pemegang izin, pengurus dan
anggota koperasi serta masyarakat luas agar mampu mewujudkan keadilan sosial
sebagaimana amanat konstitusi kita. Sudah saatnya kita berbenah sebelum segala
sesuatunya terlambat. (to be continued) Tim/bks
Tidak ada komentar:
Posting Komentar