Selasa, 15 November 2011

Membangun Kesadaran Iman dan Sosial

Oleh Mas ud HMN Ketua Pusat Kajian Peradaban Melayu Jakarta

Kaki ku luka
Kaki kau lukakah?
Luka kakiku lukakah kaki kau?
Kaki kau luka, kaki ku luka
(penyair Sutardji C Bachri)

Bagimanapun harus kita puji rangkaian kata penyair Sutardji C Bahrum ini. Ia  mengungkapkan dimensi makna pengorbanan dan kasih sesama. Terlebih lagi kata kasih dan pengorbanan itu diasosiasikan pada kaki yang luka dan kaki kau yang luka. Inilah hentakan spirit yang membawa rasa mencintai orang lain seperti mencintai diri sendiri.

Dalam sejarah  nabi, terjadi korban yang banyak, yang kehausan  minta air. Ada 39 orang mujahid. Dalam kondisi demikian. Alkisah, ada yang bisa membawa air, lalu diberikan kepada korban yang pertama. Karena yang disampingnya ada juga yang menjerit minta air dia memepersilahkan kepada orang yang disebelahnya diberikan lebih dahulu. Ketika diberikan, yang kedua ini minta yang di sebelahnya diutamakan lebih dahulu. Akhir cerita begitulah seterusnya sampai kepada korban yang ke 37 yang juga minta untuk diberikan ke korban dsebelahnya urutan 38 saja lebih dahulu. Semuanya wafat sebelum mendapatkan air.

Pesan dari kisah ini adalah  mengutamakan orang lain ketimbang dirinya sendiri. Padahal peluang ada dan terbuka. Tetapi, demi rasa mencintai yang lain, ia ikhlas mempersilahakan kepada yang lain satu sikap keutamaan, kesolehan yang jauh dari  indiviualistis.

Apa lagi sari pati memberikan dan mengutamakan yang lain sebagai dasar motivasi, Artinya merupakan hakikat dari hikmah kehidupan beragama kita. Sebab, seseorang yang  menjalankan ritual, tapi masih mementingkan diri sendiri, bukan memahami substantif yaitu pesan moralitas, dan spiritual sebagai tujuan pokok kehidupan beragama kita.

Kata lain untuk sikap yang mengabaikan moralitas, dan spiritual sebagai tuijuan pokok bergama, adalah bila kehadiran Tuhan diabaikan. Maksudnya ada yang lain menentukan kehidupan manusia. Manusia telah mempercayai yang lain, menjadi Tuhannya.

Tahukah kamu orang yang telah menjadikan hawa nafsu menjadi Tuhannya?  Demikian Al Quran mengingatkan kita semua.

Kata hawa nafsu menjadi Tuhannya (ila hawahu) mempunyai tafsir kejelasan sikap dasar manusia.

Bentuk menjadikan hawa nafsu sebagai Tuhan seperti dinyatakan oleh KH Hadjid mantan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, adalah bila pekerjaan itu dimulai dengan  motivasi pribadi. Sehingga satu pekerjaan itu diletakkan dalam persfektif pribadi meninggalkan aspek sang Maha Pencipta. Dengan lain perkataan sesuatu menjadi  sempurna jika  tidak hanya aspek keinginaan sendiri yang menjadi dasarnya, melainkan juga ada izin dan permohonan berkah dari sang pencipta untuk pekerjaan yang dilakukan.

Tidak bisa dimungkiri, bahwa masyarakat kita dewasa ini terjebak kepada fenomena ila hawahu, menjadikan hawa nafsu menjadi Tuhannya. Dengan kata lain aktivitas terlepas dari Agama.

Lihatlah gejala aktivitas memperkaya diri dilakukan dengan korupsi. Kelakuan penyelewengan hukum dengan membelokkan makna hukum yang adil. Lalu dengan suka dengan kebohongan untuk memantapkan citra diri. Membela kepentingan keluarga dan kroni, menzalimi orang lain.

Rakyat sengsara, elit berfoya-foya. Luka kaki ku lukakah kaki kau? Tanya penyair Sutarji   Lalu ia katakan kaki luka kaki kau juga luka. Rakyat kena bencana banjir, luka kakiku lukakah kaki kau?

Akhirnya, di saat hari raya idul qurban ini marilah kita ambil hikmah dari ajaran dan petunjuk Agama. Bahwa kita hidup jangan sampai menurutkan dan mengikuti hawa nafsu. Apa lagi sampai meperTuhankan hawa nafsu. Untuk memastikan kita tidak meperTuhankan hawa nafsu, adalah pada kebersihan niat. Yaitu motivasi pekerjaan apapaun, tidak mengenyampingkan adanya sang Pencipta.

Lebih jauh, bangunlah kesadaran hidup, mencintai orang lain seperti kita mencintai diri sendiri. Dengan kata lain mau merasakan kepedihan orang lain. Kesulitan orang lain kita  rasakan seolah-olah kesulitan menimpa kita pula. Inilah kesadaran imani, kesolehan  sosial dan kesadaran kemanuisaan. Kesadaran berkorban, seperti dicontohkan Nabi  Ibrahim AS. Semoga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar