Jakarta, Melayu Pos
Pelaku tindak pidana korupsi yang ditangkap Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), biasanya dalam melakukan tindak korupsi tidak
sendirian. Ada juga beberapa rekan kerjanya yang
bersama-sama melakukan tindak serupa dalam kasus yang sama. Pimpinan KPK baru
dibawah pimpinan Abraham Samad, diminta lebih tegas dengan mengungkap pelaku
korupsi renteng tersebut.
Mantan kuasa hukum Bibit-Candra, Achmad Rifai, mengungkapkan, pimpinan KPK baru dengan semangat baru ke depan harus bisa mendakwa seseorang bersama-sama jika ingin memberantas tindak pidana korupsi sampai ke akar-akarnya.
Mantan kuasa hukum Bibit-Candra, Achmad Rifai, mengungkapkan, pimpinan KPK baru dengan semangat baru ke depan harus bisa mendakwa seseorang bersama-sama jika ingin memberantas tindak pidana korupsi sampai ke akar-akarnya.
Dia mengatakan, selama ini lembaga ini tidak serta-merta mengungkap nama-nama yang disebut dalam dakwaan sebuah kasus. Padahal penyebutan nama itu di satu sisi merugikan orang yang bersangkutan. Rifai mencontohkan bagaimana penanganan kasus mobil pemadam kebakaran yang melibatkan mantan Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno. Kemudian kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI) dan kasus proyek PPIDT di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Hal
senada diungkapkan pengamat politik CSIS, J Kristiadi. Menurutnya, pelaku
tindak pidana korupsi satu merupakan ancaman bagi pelaku korupsi yang lain.
"Kalau koruptor ketangkap, proses itu bisa membongkar koruptor-koruptor
lain. Bukan karena niat baik, tetapi niat karena berbagai macam alasan, tidak
ada solidaritas, tidak dilindungi dan lain sebagainya," ucapnya, Jakarta.
Ancaman
satu pelaku bagi pelaku korupsi lainnya, imbuh Kristiadi, sebenarnya bisa
dijadikan petunjuk bagi KPK untuk melangkah lebih dalam lagi dalam
mengungkapnya. Bila kemudian ditengah jalan mampat, terkesan lambat, ia menilai
masyarakat mempunyai peran besar untuk terus mendorongnya. "Partisipasi
adalah kunci dari semuanya," katanya.
Penyidik
Kejaksaan Tinggi Riau segera menetapkan tersangka kasus ketekoran kas Sekretariat
Dewan DPRD Riau sebesar Rp7 miliar, dan dugaan penyimpangan penyaluran beras
miskin tahun 2008/2009 di Badan Urusan Logistik (Bulog) Riau, sebesar Rp1
miliar.
Hal ini ditegaskan Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Riau, Yakob Hendrik, SH. Dikatakannya, dari 8 kasus yang tahap penyidikan di Kejati Riau, dua kasus yang sedang dalam penyidikan akan ditetapkan tersangka.
"Memang untuk Raskin penyidikannya masih baru, tapi kasus ini akan terlebih dahulu kita tetapkan tersangkanya," kata Hendrik, baru-baru ini.
Dugaan penyelewengan Raskin yang terjadi di Bulog Riau, menurut Aspidsus, baru sebulan ditangani Kejati Riau, namun perkaranya sudah langsung naik ke tahap penyidikan (Dik). Kejati Riau 'mengendus' Raskin yang seharusnya disalurkan untuk masyarakat miskin, malah dinikmati oleh pegawai Bulog itu sendiri.
Mengenai siapa pegawai Bulog Riau yang telah melakukan penyimpangan terhadap Raskin tersebut, Hendrik mengatakan akan segera menetapkan tersangkanya. Selain kasus Bulog Riau, ketekoran kas Setwan DPRD Riau sebesar Rp7 miliar juga telah ditingkatkan ke tahap penyidikan. Perkembangan pemeriksaan kasus ketekoran kas Setwan DPRD Riau tersebut berlangsung dengan baik.
Penyidik Kejati Riau, kata Yakob Hendrik SH, telah memeriksa sebanyak 17 hingga 20 saksi. "Mudah-mudahan dari delapan kasus yang disidik, ada dua yang akan kita tetapkan tersangkanya jelang akhir tahun ini," ucap Hendrik.
Berbeda dengan empat pimpinan Komisi
Pemberantasan Korupsi lainnya, yang menggunakan transportasi mobil, Bambang
Widjajanto tetap memilih kereta api. Bahkan, Bambang tak mendapat pengawalan
dari ajudan yang disediakan KPK."Tadi saya naik kereta. Pukul 06.04 WIB
saya sudah berangkat dari stasiun (Citayem, Depok)," ujar Bambang kepada
Tribunnews.com usai serahterima jabatan di Aula KPK, Jalan Rasuna Said,
Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (19/12/2011). Berbeda dengan empat pimpinan
Komisi Pemberantasan Korupsi lainnya, yang menggunakan transportasi mobil,
Bambang Widjajanto tetap memilih kereta api. Bahkan, Bambang tak mendapat
pengawalan dari ajudan yang disediakan KPK.
"Tadi saya naik kereta. Pukul 06.04 WIB saya
sudah berangkat dari stasiun (Citayem, Depok)," ujar Bambang kepada
Tribunnews.com usai serahterima jabatan di Aula KPK, Jalan Rasuna Said,
Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (19/12/2011).
Bahkan, Bambang tahu detil kapan tiba di stasiun
di Manggarai, Jakarta Selatan. Ia beralasan, Manggarai dipilih karena lebih
dekat ke KPK. Tiba dari stasiun, Bambang tak memilih taksi. Demi efektifitas
dan tak terjebak macet, ia memilih naik ojek.
Bekas aktivis LBH Jakarta dan pengacara ini
mengaku tak tahu sampai kapan akan menggunakan moda transportasi kereta yang
selama ini digunakannya pulang pergi Depok-Jakarta. "Soal itu nanti
tergantung sense of security," terang bapak empat anak ini.
Hari ini adalah pertama kali kerja pimpinan KPK
baru yang diketuai Abraham Samad. Pimpinan KPK lainnya adalah Adnan Pandu
Praja, Zulkarnain, dan Busyro Muqoddas. Pagi tadi, kelimanya menerima jabatan
dari pimpinan KPK lama.
Bahkan, Bambang tahu detil kapan tiba di stasiun
di Manggarai, Jakarta Selatan. Ia beralasan, Manggarai dipilih karena lebih
dekat ke KPK. Tiba dari stasiun, Bambang tak memilih taksi. Demi efektifitas
dan tak terjebak macet, ia memilih naik ojek.
Bekas aktivis LBH Jakarta dan pengacara ini
mengaku tak tahu sampai kapan akan menggunakan moda transportasi kereta yang
selama ini digunakannya pulang pergi Depok-Jakarta. "Soal itu nanti
tergantung sense of security," terang bapak empat anak ini.
Hari ini adalah pertama kali kerja pimpinan KPK
baru yang diketuai Abraham Samad. Pimpinan KPK lainnya adalah Adnan Pandu
Praja, Zulkarnain, dan Busyro Muqoddas. Pagi tadi, kelimanya menerima jabatan
dari pimpinan KPK lama. Mp

Tidak ada komentar:
Posting Komentar