Jakarta, Melayu
Pos
Rusuh
sosial yang belakangan terjadi di berbagai daerah harus dicermati berbagai
pihak. Jika ini tidak disikapi secara baik, rusuh sosial menjadi tren dan
mengancam ketertiban masyarakat. Mantan Gubernur DKI Sutiyoso
menilai berbagai persoalan yang muncul di tengah masyarakat mulai soal ekonomi,
politik dan SARA disebabkan fakto penegakan hukum serta kepemimpinan.
"Penegakan hukum yang lemah serta kepemimpinan yang lemah," katanya
saat disksusi Perspektif Indonesia DPD RI, di Komplek Parlemen, Senayan,
Jakarta.
Pembakaran rumah dinas Bupati Bima,
menambah daftar kerusuhan di berbagai daerah di Tanah Air. Lemahnya
kepemimpinan dan penegakan hukum dinilai menjadi penyebab munculnya berbagai
rusuh sosial di berbagai daerah.Berbagai persoalan yang muncul di tengah
masyarakat mulai soal ekonomi, politik dan SARA disebabkan fakto penegakan
hukum serta kepemimpinan. "Penegakan hukum yang lemah serta kepemimpinan
yang lemah," katanya saat disksusi Perspektif Indonesia DPD RI, di Komplek
Parlemen, Senayan, Jakarta.
Lebih lanjut Sutiyoso menyebutkan pemimpin harus dituntut bepikir jernih dan
sehat dalam merespons persoalan di tengah masyarakat. Menurut dia, kemampuan
pemimpin mendengar pihak lain harus muncul. "Pemimpin jangan sok pinter,
kalau tidak tahu jangan malu bertanya," tegas Ketua Umum Partai Keadilan
dan Persatuan Indonesia (PKPI).
Sutiyoso menilai saat ini tren aksi kekerassan yang dilakukan secara
bersama-sama dibiarkan aparat penegak hukum. Oleh karenanya, pensiunan tentara
ini mengatakan penegakan hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu.
"Negara harus bertindak segera," tambah Sutiyoso.
Pakar Kriminologi dari Universitas Indonesia (UI) Adrianus Meilala
mengatakan gagalnya negara dalam melindungi warganya disebabkan salah satunya
karena alokasi anggaran untuk perlindungan masyarakat cukup minim. Ini
disebabkan APBN lebih banyak untuk alokasi belanja pegawai. "Kemampuan
negara rendah untuk perlindungan masyarakat," kata guru besar kriminologi
UI ini.
Selain persoalan anggaran yang minim, Adrianus juga menyebutkan pembiaran
terhaap kekerasan oleh massa cukup menonjol. Hal ini seiring dengan menguatnya
kelompok sektarian berbasis suku dan agama. "Dalam merespons persoalan
jangan berbasis kasus, harus dilakukan secara komprehensif," tambah
Adrianus.
Andrianus menyebutkan aparat penegak hukum harus berani mengambik risiko
dalam merespons aksi massa. Menurut dia pembiaran terhadap kejahatan yang
berskala kecil memberi ekses lebih besar.
"Kejahatan itu bermula dari yang kecil. Ini harus ditindak,"
tegasnya.
Wakil Ketua Komnas Perempuan Masruchah menilai aksi kekerasan tidak hanya
terjadi pasca-reformasi saja. Dia menyebutkan selama 13 tahun terakhir data
kekerasan terhadap perempuan meningkat. "1/4-nya kekerasan seksual,"
katanya.
Dia menyebutkan agar masyarakat merasa dilindungi, kebijakan negara penting
ditegakkan oleh karenanya pemimpin negara harus berjuang keras.
"Sinergitas aparat hukum dan lembaga negara lainnya harus dilakukan,"
pinta Masruchah. Ic/Mp
Tidak ada komentar:
Posting Komentar