Selasa, 31 Januari 2012

KPK Bidik Pimpinan Banggar DPR


Jakarta, Melayu Pos
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berkomitmen menelusuri laporan tersangka Wa Ode Nurhayati mengenai indikasi keterlibatan pimpinan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dalam proses alokasi anggaran Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID) tahun 2011 yang terindikasi korupsi.
"Informasi yang disampaikan tersangka WON ditindaklanjuti," tegas Juru Bicara KPK Johan Budi SP.

Dia menerangkan, KPK  menyelidiki terkait data yang diserahkan Nurhayati kepada tim penyidik ketika diperiksa pekan lalu. Namun demikian, institusi pimpinan Abraham Samad itu belum menetapkan jadwal pemanggilan pimpinan Banggar DPR terkait dengan kasus tersebut. "Ditelusuri dulu, tidak serta merta langsung kita lakukan pemanggilan," ujar Johan.

Seperti diberitakan, usai diperiksa Kamis  (26/1/2012), Nurhayati menyerahkan dokumen bukti keterlibatan pimpinan Banggar terkait alokasi anggaran PPID. Menurut dia, data menyebutkan adanya penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan pimpinan Banggar DPR sejak tahun 2010. Menjabat sebagai Ketua Banggar saat itu adalah politisi Partai Golkar Haris Azhar Azis, sedangkan periode ini masih diteruskan dari Fraksi Golkar yaitu Melchias Markus Mekeng.

"Bukti-bukti sudah diserahkan ke penyidik, biar penyidik yang melanjutkan. Pimpinan Banggar dari 2010 sampai sekarang (yang terlibat)," sebut Nurhayati sebelum ditahan KPK.

Nurhayati ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan penerimaan suap terkait alokasi anggaran PPID untuk tiga kabupaten di Aceh. Ia disangka melanggar pasal 12 huruf a atau b, pasal 5 ayat 2 dan atau pasal 11 UU Pemberantasan Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHHP.

Selain dirinya, putra pedangdut kenamaan A.Rafiq, yaitu Fahd A.Rafiq juga ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Ketua ormas pemuda Gema MKGR ini diduga sebagai pihak yang menyuap Nurhayati.

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Laode Ida meminta Komisi Pemberantasan Korupsi tidak berhenti pada penetapan tersangka Miranda S Gultom, tetapi mengusut juga para cukong penyandang dananya. "Para cukong ini harus digiring ke meja hijau, karena jadi bagian tak terpisahkan dari kekuatan perusak demokrasi, hukum dan penghancur moralitas bangsa ini melalui politik uang (transaksional)," tandasnya.

Miranda terjerat kasus suap traveller cheque (cek pelawat) dalam proses pemilihan Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia (BI) dan telah ditetapkan sebagai tersangka. Menurut Laode yang doktor ilmu sosial, jika Miranda terbukti ikut serta dalam kasus dugaan suap atas para anggota DPR saat pemilihan DGS BI, seharusnya dia dipaksa mengembalikan semua gajinya.

"Mengapa dia harus dipaksa mengembalikan semua gaji yang pernah diterimanya selama menjabat sebagai Deputi Gubernur BI, karena posisi itu diperoleh secara haram," tutur Laode.

Dia meminta jangan hanya berhenti di Miranda tetapi usut dan tangkap juga para cukong dibalik kasus suap tersebut. "Justru merekalah perusak moralitas dan tatanan kehidupan bernegara dan bermasyarakat kita."

Laode mendesak ada upaya khusus untuk mengusut para cukong tersebut, yang juga sangat berperan dalam berbagai pesta pemilihan kepala daerah (pilkada) bupati, walikota, maupun gubernur di beberapa lokasi. Ant/Mp


Tidak ada komentar:

Posting Komentar