Siak (MP) - Dugaan penyerobotan tanah warga oleh
PT RAPP selaku investor HTI dan mengklaim bahwa lahan masyarakat
sekitar 200 H dalam lahan konservasi PT RAPP, warga yang
memiliki lahan tersebut turun temurun dari datuk mereka dari
tahun 40-an sudah
tinggal di Desa Bencai Ombai. Sementara keberadaan PT RAPP di Sei
Mandau baru tahun 97.
Para warga
tempatan ini mengatakan ke wartawan (21/08) bahwa permasalahan ini sudah berlangsung lama, sebagian PT RAPP telah memaksa kepada masyarakat setuju atau tidak setuju harus menjual
tanahya walaupun harganya tidak sesuai. Jalan lintas setapak mereka dari Lubuk Jering ke Bencai Ombai dan
bisa tembus ke Kandis/Duri sebelumnya sudah ditutup dengan
cara digali
parit oleh PT RAPP. “Menutup jalan
warga tiga desa, apakah ini
untuk mensejahterakan
warga,” ungkapnya ke
wartawan.
Dan setiap
kali ganti humas pasti masalah bertambah karena patok yang dibuat dari beton
akan bergeser ke lahan warga
seperti patok berjalan. “Kami
memiliki lahan ini atas dasar orangtua kami turun temurun, dari dulu
tidak ada komplain, areal pekuburun kampung juga ada, dan di Desa Lubuk Jering juga
ada Makam Datuk Kelantan. Cara penanaman
dan penguasaan HTI seperti acak-acakan, sebagian lahan/kebun masyarakat
terkurung oleh HTI PT RAPP dan PT RAPP
mengklaim bahwa lahan mereka berbatasan dengan lahan PT Arara Abadi, di sana
masih ada pokok jengkol dan pokok durian yang sudah mati namun sudah ditumbang
mereka,” ungkapnya.
Begitu juga permasalahan Desa Muara Bungkal
perbatasan dengan Lubuk Jering, PT Arara Abadi menyerobot
lahan warga tempatan walaupun masyarakat memiliki surat segel
tahun 1985, dan tanggal
23/7, para security
dikerahkan sekitar 60 orang untuk mencabuti tanaman pohon sawit warga di km 100, tanaman
sawit yang dicabut ada 2 colt diesel, diduga
ada oknum Brimob 4
orang pakai laras panjang ikut dalam rombongan mereka, karena
kalah jumlah, masyarakat sekitar
40 orang, namun masyarakat berhasil menyandra 2
orang security, setelah turun humas dan Ka security dan ada negoisasi baru keduanya
dilepas, tapi pihak PT Arara Abadi
tidak mengembalikan pohon sawit mereka. “Coba
warga yang berbuat, aparat cepat turun,” ungkap
warga.
Masyarakat
juga heran melihat PT RAPP dan PT Arara Abadi yang begitu diistimewakan oleh pemerintah, bahkan camat tidak
mau mengeluarkan surat tanah bila mereka mengurusnya dengan
alasan tanah mereka di dalam areal konservasi HTI dan Dinas
Kehutanan Kabupaten Siak juga
mengeluarkan surat edaran ke Kecamatan Seimandau untuk 9 desa agar
tidak mengeluarkan surat tanah di dalam kawasan HGU, HPHTI. Warga heran
atas sikap pemerintah serta instansi terkait lainnya, seakan tidak peduli
kepada warga, tapal batas HTI
dengan lahan masyarakat di mana. “Jangan mentang-mentang ijin mereka dari menteri
dari pusat Jakarta, mereka asal
main hantam saja, karena menteri mengeluarkan ijin mana tahu ada lahan
dan perkampungan warga di dalam areal tersebut, dan berapa
hektar ijin HTI-nya, di dalam areal
HTI berapa persen lahan masyarakat, tanah ulayat dan pemukiman,” keluh mereka
ke wartawan.
Pemilikan
tanah merupakan
hak asasi dari setiap warga negara Indonesia yang diatur dalam UUD 1945 yang menyebutkan bahwa
setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak
boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun. Negara menjamin hak warga negaranya untuk memiliki suatu hak milik
pribadi termasuk tanah. Untuk itu masyarakat sangat mendambakan kepastian
hukum mengenai lokasi dari tanah,
batas serta luas suatu bidang
tanah, dan kepastian hukum mengenai
hak atas tanah
miliknya. Agar terhindar terhadap gangguan pihak lain serta menghindari sengketa dengan pihak lain agar setiap orang
atau badan hukum wajib
menghormati
hak atas tanah tersebut sebagai
suatu hak yang dilindungi oleh konstitusi, untuk itu masyarakat sangat
berharap agar pemerintah/instansi terkait bisa membantu mereka dalam
permasalahan ini. Tambun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar