Senin, 27 Januari 2014

Korupsi Sebagai Pilihan?

Oleh Mas ud HMN Ketua Pusat Kajian Peradaban Melayu Jakarta
Korupsi sebagai pilihan? Ya! Mengapa demikian. Kenapa selalu ada korupsi. Bahkan korupsi berkelanjutan di negeri kita ini. Lalu hukum galau terhadap perspektif kemanusiaan. Maka gelap bergabung bergulung membentuk badai lautan menghentak buana kita.
Adakah hubungan korupsi sebagai pilihan kerja mencari nafkah? Pandangan dari segi hukum pidana, tidak ada hubungan hukum dan kerja mencari nafkah. Sebab hukum adalah konsep keadilan, sementara mencari nafkah adalah konsep ekonomi memenuhi kebutuhan. Tetapi bagaimana jika korupsi sebagai pilihan untuk mencari nafkah?
Ini sesuatu yang menarik. Mengingat pelaku korupsi banyak dari pekerja birokrasi. Mereka mencari nafkah sebagai karyawan, dalam waktu yang sama menjalankan korupsi. Mereka  mengerti apa yang dilarang, mereka tetap melanggar.
Tidak dalam perjumpaan konsep keadilan dan kemanusiaan, tapi sebaliknya. Hadir dalam era kelamnya hati dengan cahaya langit.
Sebab hidup manusia selalu saja menawarkan pilihan pilihan. Pilihan keduniaan, hedonis dan pilihan nubuaah dengan dimensi profetik.
Bisa jadi pilihan untuk korupsi adalah olah akal manusia. Seorang teman pernah menceritakan seorang koruptor yang sudah divonis, memiliki uang yang banyak. Kesimpulannya, korupsi adalah pilihan untuk mencari uang.
Sesungguhnya sudah banyak diskusi hukum tentang kejahatan dan korupsi. Rumusannya banyak. Beragam. Tetapi soal yang satu ini korupsi semakin ramai saja, dan tetap  tak ada solusi yang  pasti. Hal ini bisa dilihat seperti berikut:
Pertama, korupsi dalam konsep sosiologi. Ia bagian dari gejala prilaku kelompok masyarakat. Gejala korupsi lantaran ada pemicunya. Ibarat pimping yang merunduk karena ada angin. Faktor pemicu adalah angin, sedangkan pimping adalah masyarakat itu sendiri. (Najib Alatas, Sosiologi Korupsi, l980)
Kedua, korupsi dalam konsep pidana. Hal ini dikaitkan dengan kejahatan. Pidana sebagai bagian penegakan keadilan dengan melawan kriminal (kejahatan).
Ketiga, korupsi dalam konsep psikologi yaitu hubungan perilaku korupsi dan motivasi. Motivasi adalah dorongan untuk mencapai sesuatu.
Dari tiga paparan di atas, maka yang amat aktual adalah korupsi dalam hubungan mencari nafkah. Inilah yang menjadikan korupsi itu sangat relevan. Mencari kehidupan yang lebih baik melalui korupsi. Bisa ditangkap, itu risiko bisnis yang sudah diperhitungkan.
Motivasi inilah yang membuat orang bersiteguh meneruskan korupsi. Bukan karena tidak tahu hukum pidana. Mereka sadar akan adanya risiko. Tapi itu alternatif. Hidup ini perlu ada pilihan.
Tugas kita, kini harus memasuki, membelai lembah rohani, dimensi jiwa. Menyelusup untuk memberi gambaran dan penjelasan. Kesadaran kembali dari dimensi kejiwaan yang lenyap di bawah arus hedonisme, keduniaan yang bersisi gelap.
Sejarah memberi kesaksian kepada kita sekalian bahwa, kejahatan adalah menghancurkan. Kebaikan akan datang mengganti yang bathil tercela.
Terhadap pertanyaan yang berkaitan dengan konteks korupsi sebagai pilihan mencari nafkah.ini sebuah gejala baru yang harus dihadapi. Kita memerlukan perluasan konsep pekerjaan dalam  mencari jalan yang halal. Lapangan kerja yang pantas mestilah kita upayakan. Hal ini sekaligus untuk menghidari cara yang salah dalam mengambil alternatif pilihan hidup.
Akhirnya, dalam kerangka itulah kita membangun motivasi dan optimisme dan etos kerja yang tinggi. Kalau tidak mau bagaiman lagi. Karena ajaran agama mengaskan sesungguhnya nasib sesuatu kaum ditentukan oleh kaum itu sendiri. Semoga!

   .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar