Senin, 10 Februari 2014

Politik Santun



Oleh Mas ud HMN
Politik santun adalah sikap wajar yang lemah lembut. Kata santun dipadankan dengan kata sopan bermakna sesuai dengan etika. Atau nilai yang bersumber dari agama atau tradisi yang baik. Politik yang santun akan menghasilkan sesuatu yang baik, berguna atau bermanfaat.
Tentang politik santun ada pernyataan yang menarik. Yaitu ketika Marzuki Ali yang menyatakan partai Demokrat adalah korban dari politik santunnya, apakah betul. Politik santun, apa itu. Masakan dengan sikap santun membawa korban. Aneh juga. Tapi keluhan Marzuki Ali ini demikian keadaannya agaknya perlu penjelasan.
Seperti di tulis dalam satu harian ibu kota, bahwa sebagai partai politik, partai Demokrat melalui pembinanya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) soal penampilan. Sedang substansi politik koruptip dilakukan Yudhoyono (SBY) selalu berkampanye soal tata krama dan budaya politik santun (Didik Supriyanto, Merdeka.Com 4/2)
Didik Supritanto tampaknya memberi penilaian bahwa, itulah yang ditampilkan oleh tokoh petinggi awal parai Demokrat. Misalnya, Anas urbaningrum, Andi Malarangeng, yang selalu menunjukkan kelembutan kata kata dan merendah. Intinya difokuskan pada penampilan pencitraan kata kata.
Sayangnya, tulis Didik mempertanyakan ideology partai Demorat. Yang merupakan ruh gerakan partai untuk merespons tuntutan masyrakat. Padahal  ini sangat diperlukan. Dengan demikian  partai Demokrat tidak punya idologi dan visi.
Kembali pada  apa yang dikeluhkan Marzuki Ali bahwa korban dari politik santun tidak pas. Hal itu dapat dikemukakan sebagai berikut:
Pertama, politik santun pada ucapan juga tidak pas. Lihatlah ucapan yang dilemparkan Ruhut Sitompul yang juga kasar dan tidak santun. Kita tidak bisa membayangkan petinggi partai yang santun dengan mengambil penampilan model Ruhut Sitompul dan juga Ramadahan Pohan, mereka ini bertengger atas nama partai Demokrat.
Kedua, sikap partai Demokrat dalam kepentingan rakyat dengan kanaikan harga bahan bakar minyak. Ini jelas tidak santun. Termasuk koruptifnya petinggi parti Demokrat. Lagi lagi tidak mencerminkan santun yang substansial.
Dari paparan ini, Demokrat ditinggalkan rakyat bukan karena politik santun tetapi karena politik yang artificial itu, sementara dalam tataran substansial sebaliknya. Koruptif, tidak peduli rakyat, tanpa visi yang jelas.
Sebagai perbandingan, lihat ketika Presiden Habibi yang berkuasa dalam waktu pendek. Habibie mampu stabilkan nilai tukar dolar. Tapi pemerintah SBY sekarang membiarkan dolar menyentuh  12 ribu rupiah lebih.
Rakyat tidak dapat memahami sesungguhnya apa arti ucapan politik santun yang disejalankan dengan sikap yang kontradiktif. Ini bisa membawa kita pada kesimpulan bahwa partai Demokrat kehilangan substansi politiknya karena koruptif, dan tidak mampu memberi sumbangan nyata dalam merespon keperluan dan kepentingan rakyat banyak. Sekali lagi bukan korban dari politik santun.
Penulis adalah Dosen Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar