Oleh Mas ud HMN
Politik santun adalah sikap wajar yang lemah lembut. Kata santun
dipadankan dengan kata sopan bermakna sesuai dengan etika. Atau nilai yang
bersumber dari agama atau tradisi yang baik. Politik yang santun akan
menghasilkan sesuatu yang baik, berguna atau bermanfaat.
Tentang politik santun ada pernyataan yang menarik. Yaitu ketika Marzuki
Ali yang menyatakan partai Demokrat adalah korban dari politik santunnya,
apakah betul. Politik santun, apa itu. Masakan dengan sikap santun membawa
korban. Aneh juga. Tapi keluhan Marzuki Ali ini demikian keadaannya agaknya
perlu penjelasan.
Seperti di tulis dalam satu harian ibu kota, bahwa sebagai partai
politik, partai Demokrat melalui pembinanya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) soal penampilan.
Sedang substansi politik koruptip dilakukan Yudhoyono (SBY) selalu berkampanye
soal tata krama dan budaya politik santun (Didik Supriyanto, Merdeka.Com 4/2)
Didik Supritanto tampaknya memberi penilaian bahwa, itulah yang
ditampilkan oleh tokoh petinggi awal parai Demokrat. Misalnya, Anas
urbaningrum, Andi Malarangeng, yang selalu menunjukkan kelembutan kata kata dan
merendah. Intinya difokuskan pada penampilan pencitraan kata kata.
Sayangnya, tulis Didik mempertanyakan ideology partai Demorat. Yang
merupakan ruh gerakan partai untuk merespons tuntutan masyrakat. Padahal ini sangat diperlukan. Dengan demikian partai Demokrat tidak punya idologi dan visi.
Kembali pada apa yang dikeluhkan
Marzuki Ali bahwa korban dari politik santun tidak pas. Hal itu dapat
dikemukakan sebagai berikut:
Pertama, politik santun pada ucapan juga tidak pas. Lihatlah ucapan yang
dilemparkan Ruhut Sitompul yang juga kasar dan tidak santun. Kita tidak bisa membayangkan
petinggi partai yang santun dengan mengambil penampilan model Ruhut Sitompul
dan juga Ramadahan Pohan, mereka ini bertengger
atas nama partai Demokrat.
Kedua, sikap partai Demokrat dalam kepentingan rakyat dengan kanaikan harga bahan
bakar minyak. Ini jelas tidak santun. Termasuk koruptifnya petinggi parti Demokrat. Lagi lagi tidak mencerminkan santun yang substansial.
Dari paparan ini, Demokrat ditinggalkan rakyat bukan karena politik
santun tetapi karena politik yang artificial itu, sementara dalam tataran
substansial sebaliknya. Koruptif, tidak peduli rakyat, tanpa visi yang jelas.
Sebagai perbandingan, lihat ketika Presiden Habibi yang berkuasa dalam
waktu pendek. Habibie mampu stabilkan nilai tukar dolar. Tapi pemerintah SBY sekarang
membiarkan dolar menyentuh 12 ribu rupiah
lebih.
Rakyat tidak dapat memahami sesungguhnya apa arti ucapan politik santun
yang disejalankan dengan sikap yang kontradiktif. Ini bisa membawa kita pada
kesimpulan bahwa partai Demokrat kehilangan substansi politiknya karena
koruptif, dan tidak mampu memberi sumbangan nyata dalam merespon keperluan dan
kepentingan rakyat banyak. Sekali lagi bukan korban dari politik santun.
Penulis adalah Dosen Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar